BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perbincangan mengenai
filsafat ilmu baru mulai merebak di awal abad ke dua puluh. Namun Francis Bacon
dengan metode induksi yang ditampilkannya pada abad ke sembilan belas dapat
dikatakan sebagai peletak dasar filsafat ilmu dalam hasanah bidang filsafat
secara umum. Sebagian ahli filsafat berpandangan bahwa perhatian yang besar
terhadap peran dan fungsi filsafat ilmu mulai mengedepan tatkala ilmu
pengetahuan dan teknologi mengalami kemajuan yang sangat pesat. Dalam hal ini
ada semacam kekhawatiran di kalangan para ilmuwan, dan filsof, termasuk juga
kalangan Agamawan, dalam hal ini penulis khususkan agama Islam, bahwa kemajuan
ilmu pengetahuan dapat mengancam eksistensi umat manusia bahkan agama itu
sendiri.
Suatu kenyataan yang
tampak jelas dalam dunia modern yang telah maju ini, ialah adanya
kontradiksi-kontradiksi yang mengganggu kebahagiaan orang dalam hidup. Kemajuan
industri telah dapat menghasilkan alat-alat yang memudahkan hidup, memberikan
kesenangan dalam hidup, sehingga kebutuhan-kebutuhan jasmani tidak sukar lagi
untuk memenuhinya. Seharusnya kondisi dan hasil kemajuan itu membawa
kebahagiaan yang lebih banyak kepada manusia dalam hidupnya. Akan tetapi suatu
kenyataan yang menyedihkan ialah bahwa kebahagiaan itu ternyata semakin jauh,
hidup semakin sukar dan kesukaran-kesukaran meterial berganti dengan kesukaran
mental. Beban jiwa semakin berat, kegelisahan dan ketegangan serta tekanan
perasaan lebih sering terasa dan lebih menekan sehingga mengurangi kebahagiaan.
Masyarakat modern telah
berhasil mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih untuk mengatasi
berbagai masalah hidupnya, namun pada sisi lain ilmu pengetahuan dan teknologi
tersebut tidak mampu menumbuhkan moralitas (ahlak) yang mulia. Dunia modern
saat ini, termasuk di indonesia ditandai oleh gejalah kemerosotan akhlak yang
benar-benar berada pada taraf yang menghawatirkan. Kejujuran, kebenaran,
keadilan, tolong-menolong dan kasih sayang sudah tertutup oleh
penyelewengan, penipuan, penindasan, saling menjegal dan saling merugikan.
Untuk memahami gerak perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang
sedemikian itu, maka kehadiran filsafat ilmu berusaha mengembalikan ruh dan
tujuan luhur ilmu agar ilmu tidak menjadi bomerang bagi kehidupan umat manusia.
Disamping itu, salah satu tujuan filsafat ilmu adalah untuk mempertegas bahwa
ilmu dan teknologi adalah instrumen bukan tujuan. Dalam konteks yang demikian
diperlukan suatu pandangan yang komprehensip tentang ilmu dan nilai-nilai yang
berkembang di masyarakat.
Dalam masyarakat
beragama (Islam), ilmu adalah bagian yang tak terpisahkan dari nilai-nilai
ketuhanan karena sumber ilmu yang hakiki adalah dari Tuhan. Manusia adalah
ciptaan Tuhan yang paling tinggi derajatnya dibandingkan dengan mahluk yang
lain, karena manusia diberi daya berfikir, daya berfikir inilah yang menemukan
teori-teori ilmiah dan teknologi. Pada waktu yang bersamaan, daya pikir
tersebut menjadi bagian yang tak dapat dipisahkan dari keberadaan manusia
sebagai mahluk Tuhan. Sehingga dia tidak hanya bertanggung jawab kepada sesama
manusia, tetapi juga kepada pencipta-Nya.
Namun, perlu juga
diingat bahwa ikatan agama yang terlalu kaku dan tersetruktur kadang kala dapat
menghambat perkembangan ilmu. Karena itu, perlu kejelian dan kecerdasan
memperhatikan sisi kebebasan dalam ilmu dan sistem nilai dalam agama agar
keduanya tidak saling bertolak belakang. Disinilah perlu rumusan yang jelas
tentang ilmu secara filosofis dan akademik serta agama agar ilmu dan teknologi
tidak menjadi bagian yang lepas dari nilai-nilai agama dan kemanusiaan serta
lingkungan.
Dari pemaparan di atas,
penulis mencoba untuk mendudukkan antara filsafat ilmu dan Islamisasi
ilmu pengetahuan serta apa fungsi filsafat ilmu dalam Islamisasi ilmu
pengetahuan.
B. RumusanMasalah
Permasalahan yang akan diangkat dalam makalah
ini adalah :
1.
Dimana kedudukan filsafat ilmu dalam Islamisasi ilmu pengetahuan?
2.
Apa saja fungsi filsafat ilmu dalam Islamisasi ilmu pengetahuan?
C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan
masalahnya adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui kedudukan filsafat ilmu dalam
Islamisasi ilmu pengetahuan.
2. Untuk mengetahui fungsi filsafat ilmu dalam
Islamisasi ilmu pengetahuan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Filsafat
Ilmu
Arti filsafat ilmu
menurut The Liang Gie adalah segenap pemikiran reflektif terhadap
persoalan-persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun
hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia. Sedangkan menurut
Cornilius Binjamin filsafat ilmu adalah merupakan cabang pengetahuan filsafati
yang menelaah sistimatis mengenai sifat dasar ilmu, metode-metodenya, dan
peranggapan-peranggapannya, serta letaknya dalam kerangka umum dari cabang
pengetahuan intelektual.
Dari kedua definisi di
atas, disimpulkan bahwa filsafat
ilmu adalah merupakan bagian dari filsafat pengetahuan yang secara spisifik
mengkaji hakekat ilmu. Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai
ciri-ciri tertentu. Meskipun secara metodologis ilmu tidak membedakan antara
ilmu alam dengan ilmu-ilmu sosial, namun karena permasalahan-permasalahan
teknis yang bersifat khas, maka filsafat ilmu ini sering dibagi menjadi
filsafat ilmu-ilmu alam dan filsafat ilmu-ilmu sosial. Pembagian ini lebih
merupakan pembatasan masing-masing bidang yang ditelaah, yakni ilmu-ilmu alam
dan ilmu-ilmu sosial, dan tidak mencirikan cabang filsafat yang otonom. Ilmu
memang berbeda dengan pengetahuan-pengetahuan secara filsafat, namun tidak
terdapat perbedaan yang prinsipil antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial,
di mana keduanya mempunyai ciri-ciri yang sama.
Pokok persoalan dalam
etika keilmuan selalu mengacu kepada “elemen-elemen” kaidah moral, yaitu hati
nurani, kebebasan dan tanggung jawab, nilai dan norma yang bersifat
utilitaristik (kegunaan). Hati nurani disini adalah penghayatan tentang yang
baik dan yang buruk dan dihubungkan dengan prilaku manusia.
Berdasarkan sejarah
tradisi Islam ilmu tidaklah berkembang pada arah yang tak terkendali, tapi ia
harus bergerak pada arah maknawi dan umat berkuasa untuk mengendalikannya.
Kekuasaan manusia atas ilmu pengetahuan harus mendapat tempat yang utuh,
eksistensi ilmu pengetahuan bukan melulu untuk mendesak kemanusiaan, tetapi
kemanusiaanlah yang menggenggam ilmu pengetahuan untuk kepentingan dirinya
dalam rangka penghambaan diri kepada sang Pencipta.
Tentang tujuan ilmu
pengetahuan, ada beberapa perbedaan pendapat antara filosof dengan para ulama.
Sebagian berpendapat bahwa pengetahuan sendiri merupakan tujuan pokok bagi
orang yang menekuninya, dan mereka ungkapkan tentang hal ini dengan ungkapan,
ilmu pengetahuan untuk ilmu pengetahuan, seni untuk seni, sastra untuk sastra,
dan lain sebagainya. Menurut mereka ilmu pengetahuan hanyalah sebagai objek
kajian untuk mengembangkan ilmu pengetahuan sendiri. Sebagian yang lain cenderung
berpendapat bahwa tujuan ilmu pengetahuan merupakan upaya para peneliti atau
ilmuwan menjadikan ilmu pengetahuan sebagai alat untuk menambahkan kesenangan
manusia dalam kehidupan yang sangat terbatas dimuka bumi ini. Menurut pendapat
yang kedua ini, ilmu pengetahuan itu untuk meringankan beban hidup manusia atau
untuk membuat manusia senang, karena dari lmu pengetahuan itulah yang nantinya
akan melahirkan teknologi. Teknologi jejas sangat dibutuhkan oleh manusia untuk
mengatasi berbagai masalah, dan lain sebagainya. Sedangkan pendapat yang
lainnya cenderung menjadikan ilmu pengetahuan sebagai alat untuk meningkatkan
kebudayaan dan kemajuan bagi umat manusia secara keseluruan.
Demikian sedikit
pengertian tentang filsafat ilmu dan apa saja yang dipersoalkan dalam filsafat
ilmu serta apa tujuan filsafat ilmu itu. Dari beberapa hal di atas, nantinya
akan dijadikan bahan untuk
menempatkan dimana letak atau kedudukan filsafat ilmu dalam Islamisasi ilmu
pengetahuan. Selama ini kita masih sering mendengar adanya dikhotomi antara
ilmu agama dengan ilmu pengetahuan , padahal kalau kita kembali pada landasan
dasarnya ilmu pengetahuan yaitu filsafat ilmu maka kita tidak akan menemukan
yang namanya dikhotomi antara keduanya. Justru dengan mendudukkan keduanya
dengan posisi yang sama maka akan tercipta dunia yang seimbang.
B. Pengertian Islamisasi Ilmu
Pengetahuan
Islamisasi ilmu
pengetahuan pada dasarnya adalah suatu respon terhadap krisis masyarakat modern
yang disebabkan karena pendidikan Barat yang bertumpu pada suatu pandangan
dunia yang lebih bersifat materialistis, sekularistik, relevistis; yang
menganggap bahwa pendidikan bukan untuk membuat manusia bijak yakni mengenali
dan mengakui posisi masing-masing dalam tertib realitas tapi memandang realitas
sebagai sesuatu yang bermakna secara material bagi manusia, dan karena itu
hubungan manusia dengan tertib realitas bersifat eksploitatif bukan harmonis.
Ini adalah salah satu penyebab penting munculnya krisis masyarakat modern.
Islamisasi ilmu
pengetahuan mencoba mencari akar-akar krisis tersebut. Akar-akar krisis itu
diantaranya dapat ditemukan didalam ilmu pengetahuan, yakni konsepsi atau
asumsi tentang realitas yang dualistis, sekularistik, evolusioneristis, dan
karena itu pada dasarnya bersifat realitifitas dan nihilistis. Islamisasi ilmu
pengetahuan adalah suatu upaya pembebasan pengetahuan dari asumsi-asumsi atau
penafsiran-penafsiran Barat terhadap realitas, dan kemudian menggantikannya
dengan pandangan dunia islam.
Tetapi sejauh mana
gagasan ini dapat dijalankan, dan betul-betul menjadi solusi terhadap krisis
masyarakat modern, barangkali sejarah yang akan membuktikannya. Apapun hasilnya
nanti, gagasan ini saya kira perlu mendapat sambutan terutama dari mereka yang
memiliki kepentingan dengan kondisi masyarakat modern. Selain itu Islamisasi
ilmu pengetahuan juga muncul sebagai reaksi adanya konsep dikhotomi antara
agama dan ilmu pengetahuan yang dimasukkan masyarakat Barat dan budaya
masyarakat modern. Masyarakat yang disebut terakhir ini misalnya memandang sifat,
metode, setruktur sains dan agama jauh berbeda, kalau tidak mau dikatakan
kontradiktif (bagaimana seharusnya). Sedangkan sains meneropongnya dari segi
objektifnya (bagaimana adanya). Agama melihat problematika dan solusinya
melalui petunjuk Tuhan, sedangkan sains melalui eksprimen dan rasio manusia.
Karena ajaran agama diyakini sebagai petunjuk Tuhan, kebenaran dinilai mutlak,
sedangkan kebenaran sains relatif. Agama banyak berbicara yang gaib sedangkan
sains hanya berbicara mengenai hal yang empiris.
Dalam perspektif
sejarah, sains dan teknologi modern yang telah menunjukkan keberhasilannya
dewasa ini mulai berkembang di Eropa dalam rangka gerakan reaisans pada tiga
atau empat abad yang silam. Gerakan ini berhasil menyingkirkan peran agama dan
mendobrak dominasi gereja Roma dalam kehidupan sosial dan intelektual
masyarakat Eropa sebagai akibat dari sikap gereja yang memusuhi ilmu
pengetahua. Dengan kata lain ilmu pengetahuan di Eropa dan Barat mengalami
perkembangan setelah memisahkan diri dari pengaruh agama. Setelah itu
berkembanglah pendapat-pendapat yang merendahkan agama dan meninggikan sains.
Dalam perkembangannya, sains dan teknologi modern dipisahkan dari agama, karena
kemajuaannya yang begitu pesat di Eropa dan Amerika sebagaimana yang di saksikan
sampai sekarang. Sains dan teknologi yang demikian itu selanjutnya digunakan
untuk mengapdi kepada kepentingan manusia semata-mata, yaitu untuk tujuan
memuaskan hawa nafsunya menguras isi alam untuk tujuan memuaska nafsu konsomtif
dan materealistik, menjajah dan menindas bangsa-bangsa yang lemah,
melanggengkan kekuasaan dan tujuan lainnya.
Penyimpangan dari
tujuan pengguanaan ilmu pengetahuan itulah yang direspon melalui konsep
Islamisasi ilmu pengetahuan, yaitu upaya menempatkan sains dan teknologi dalam bingkai
Islam, dengan tujuan agar perumusan dan pemanfaatan sains dan teknologi itu
ditunjukkan untuk mempeetinggi harkat dan martanat manusia, melaksanakan fungsi
kekhalifahannya dimuka bumi serta tujuan-tujuan luhur lainnya. Inilah yang
menjadi salah satu misi Islamisasi ilmu pengetahuan.
C. Setrategi Islamisasi Ilmu
Pengetahuan
Terjadi pemisahan agama
dari ilmu pengetahuan sebagaimana tersebut di atas terjadi pada abad
pertengahan, yaitu pada saat umat islam kurang memperdulikan (meninggalkan
iptek). Pada masa itu yang berpengaruh di masyarakat Islam adalah ulama tarikat
dan ulama fiqih. Keduanya menanamkan paham taklid dan membatasi kajian agama
hanya dalam bidang yang sampai sekarang masih dikenal sebagai ilmu-ilmu agama
seperti tafsir, fiqih,dan tauhid. Ilmu tersebut mempunyai pendekatan normatif
dan tarekat, tarekat hanyaut dalam wirit dan dzikir dalam rangka mensucikan
jiwa dan mendekatkan diri pada Allah dengan menjauhkan kehidupan duniawi.
Sedangkan ulama tidak
tertarik mempelajari alam dan kehidupan manusia secara objektif. Bahkan ada
yang mengharamkan untuk mempelajari filsafat, padahal dari filsafatlah iptek
bisa berkembang pesat. Kedaan ini mengalami perubahan pada akhir abad ke
sembilan belas, yaitu sejak ide-ide pembaharuan diterima dan didukung oleh
sebagian umat. Mereka mengkritik pengembangan sains dan teknologi modern yang
dipisahkan dari ajaran agama, seperti dikemukakan oleh Muhammad Naquib al-Attas
(1980/1981: 47-56) Ismail Razi al-Faruqi (1982: 3-8) dengan tujuan agar ilmu
pengetahuan dapat membawa kepada kesejahteraan bagi umat manusia. Menurut para
ilmuwan dan cendikiawan muslim tersebut, pengembangan iptek perlu dikembalikan
pada kerangka dan perspektif ajaran Islam. Al-Faruqi menyerukan perlunya
dilaksanakan islamisasi sains. Dan sejak itu gerakan islamisasi ilmu
pengetahuan digulirkan, dan kajian mengenai islam dalam hubungannya dengan
pengembangan iptek sebagaimana diuraikan di bawah ini mulai digali dan
diperkenalkan.
Sebagaimana di ketahui
bahwa salah satu gagasan yang paling canggih, amat komperhensif dan mendalam
yang ditemukan didalam al-Qur’an ialah konsep ilm. Pentingnya konsep ini
terungkap dalam kenyataan turunnya sekitar 800 kali. Dalam sejarah peradaban
muslim, konsep ilmu secara mendalam meresap kedalam seluruh lapisan masyarakat
dan mengungkapkan dirinya dalam semua upaya intelektual. Tidak ada peradaban
lain yang memiliki konsep pengetahuan dengan semangat yang sedemikian tinggi
dan mengajarkannya denganamattekunsepertiitu.Menurut Munawar Ahmad Aness, bahwa
dalam konsep Islam yang berdasarkan al-Qur’an, upaya menerjemahkan ilmu sebagai
pengetahuan berarti melakukan suatu kejahatan. Walaupun tidak disengaja,
terhadap konsep yang luhur dan multi dimensional ini. Ilmu memang mengandung
unsur-unsur dari apa yang kita pahami sekarang sebagai pengetahuan. Tetapi ia
juga digambarkan sebagai hikmah. Selanjutnya jika di Eropa sains dan teknologi
dapat berkembang sesudah mengalahkan dominasi gereja, sedangkan dalam
perjalanan sejarah Islam, lain halnya ilmu dalam berbagai bidangnya mengalaami
kemajuan yang pesat di dunia Islam pada zaman klasik (670-1300 M), yaitu zaman
Nabi Muhammad sampai dengan akhir masa Daulah Abbasiyah di Bagdad.
Pada masa ini, dunia
Islam telah memainkan peran penting baik dalam bidang ilmu pengetahuan agama
maupun pengetahuan umum. Dalam hubungan ini Harun Nasution mengatakan bahwa
cendikiawan-cendikiawan Islam bukan hanya ilmu pengetahuan dan filsafat yang
mereka pelajari dari buku-buku Yunani, tetapi menambahkan kedalam hasil-hasil
penyelidikan yang mereka lakukan sendiri dalam lapangan ilmu pengetahuan dan
hasil pikiran mereka dalam ilmu filsafat. Para ilmuwan tersebut memiliki
pengetahuan yang bersifat integrated, yakni bahwa ilmu pengetahuan umum yang
mereka kembangakan tidak terlepas dari ilmu agama atau tidak terlepas dari
nilai-nilai Islam.
Konsep ajaran Islam
tentang pengembangan ilmu pengetahuan yang demikian itu didasarkan kepada
beberapa prinsip sebagai berikut;
1.
Ilmu pengetahuan dalam Islam dikembangkan dalam kerangka tauhid atau
teologi. Yaitu teologi yang bukan semata-mata meyakini adanya Tuhan dalam hati,
mengucapkannya dengan lisan dan mengamalkannya dengan tingkah laku, melainkan
teologi yang menyangkut aktivitas mental berupa kesadaran manusia yang paling
dalam prihal hubungan manusia dengan Tuhan, lingkungan dan sesamanya. Lebih
tegasnya adalah teologi yang memunculkan kesadaran, yakni suatu matra yang
paling dalam diri manusia yang menformat pandangan dunianya, yang kemudian
menurunkan pola sikap dan tindakan yang selaras dengan pandangan dunia itu.
Karena itu teologi pada ujungnya akan mempunyai implikasi yang sangat
sosiologis, sekaligus antropologis.
2.
ilmu pengetahuan dalam Islam hendaknya dikembangkan dalam rangka bertakwa
dan beribadah kepada Allah Swt. hal ini penting ditegaskan, karena dorongan
al-Qur’an untuk mempelajari fenomena alam dan sosial tampak kurang
diperhatikan, sebagai akibat dan dakwah Islam yang semula lebih tertuju untuk
memperoleh keselamatan di akhirat. Hal ini mesti diimbangi dengan perintah
mengabdi kapada Allah dalam arti yang luas, termasuk mengembangkan iptek.
3.
ilmu pengetahuan harus dikembangkan oleh orang-orang Islam yang memilki
keseimbangan antara kecerdasan akal, kecerdasan emosional dan sepiritual yang
dibarengi dengan kesungguhan untuk beribadah kepada Allah dalam arti yang
seluas-luasnya. Hal ini sesuai dengan apa yang terjadi dalam sejarah di abad
klasik, di mana paraa ilmuwan yang mengembangka ilmu pengetahuan adalah
pribadi-pribadi yang senantiasa taat beribadah kepada Allah Swt. Keempat, Ilmu
pengetahuan harus dikembangkan dalam kerangka yang integral, yakni bahwa antara
ilmu agama dan ilmu umum walaupun bentuk formalnya berbeda-beda, namun
hakekatnya sama, yaitu sama-sama sebagai tanda kekuasaan Allah. Dengan
pandangan yang demikian itu, maka tidak ada lagi perasaan yang lebih unggul
antara satu dan lainnya. Dengan menerapkan keempat macam setrategi pengembangan
ilmu pengetahuan tersebut, maka akan dapat diperoleh keuntungan yang berguna
untuk mengatasi problem kehidupan masyarakat modern sebagaimana tersebut di
atas. Dan selanjutnya penulis akan mencoba menposisikan dimana letak filsafat
ilmu dalamIslamisasi ilmu pengetahuan.
D. Kedudukan Filsafat Ilmu
Dalam Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Sebagaimana dalam bab
awal sudah dijelaskan tentang apa arti filsafat ilmu dan apa arti Islamisasi
ilmu pengetahuan, kali ini penulis mencoba meletakkan di mana posisi filsafat
ilmu ketika dihadapkan dengan Islamisasi ilmu pengetahuan. Pada dasarnya
filsafat ilmu bertugas memberi landasan filosofi untuk minimal memahami
berbagai konsep dan teori suatu disiplin ilmu, sampai membekalkan kemampuan
untuk membangun teori ilmiah. Secara subtantif fungsi pengembangan tersebut
memperoleh pembekalan dan disiplin ilmu masing-masing agar dapat menampilkan
teori subtantif. Selanjutnya secara teknis dihadapkan dengan bentuk metodologi,
pengembangan ilmu dapat mengoprasionalkan pengembangan konsep tesis, dan teori
ilmiah dari disiplin ilmu masing-masing.
Sedangkan kajiaan yang
dibahas dalam filsafat ilmu adalah meliputi hakekat (esensi) pengetahuan,
artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem-problem mendasar
ilmu pengetahuan seperti; ontologi ilmu, epistimologi ilmu dan aksiologi ilmu, yang
sudah penulis bahas di atas. Dari ketiga landasan tersebut menurut hemat
penulis, bilah dikaitkan dengan Islamisasi ilmu pengetahuan maka letak filsafat
ilmu itu terletak pada ontologi dan epistimologinya. Ontologi disini titik
tolaknya pada penelaahan ilmu pengetahuan yang didasarkan atas sikap dan
pendirian filosofis yang dimiliki seorang ilmuwan, jadi landasan ontologi ilmu
pengetahuan sangat tergantung pada cara pandang ilmuwan terhadap realitas.
Manakalah realitas yang dimaksud adalah materi, maka lebih terarah pada
ilm-ilmu empiris. Manakala realitas yang dimaksud adalah spirit atau roh, maka
lebih terarah pada ilmu-ilmu humanoria.
E. Fungsi Filsafat Ilmu
Dalam Islamisasi Ilmu Pengetahuan
Fungsi filsafat ilmu
dalam Islamisasi ilmu pengetahuan adalah sebagai pemberi nilai terhadap
perkembangan ilmu, dan ini akan dijelaskan oleh aksiologi ilmu yang
bertitik tolak pada pengengbangan ilmu pengetahuan yang merupakan sikap etis
yang harus di kembangkan oleh seorang ilmuwan, terutama dalam kaitannya dengan
nilai-nilai yang diyakini kebenarannya. Sehingga suatu aktivitas ilmiah
senantiasa dikaitkan dengan kepercayaan, idiologi yang di anut oleh masyarakat
atau bangsa tempat ilmu itu di kembangkan.
Pertama, filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang
menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah, maksudnya seorang ilmuwan musliam
harus memilki sikap kritis terhadap bidang ilmunya sendiri, sehingga dapat
menghindarkan diri dari sikap nsolipsistik, menganggap bahwa hanya pendapatnya
yang paling benar. Adapun kaitannya denga Islamisasi ilmu pengetahuan fungsi
filsafat ilmu adalah sebagai sikap kritis terhadap keilmuwan yang dimiliki oleh
ilmuwan muslim.
Kedua, filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan
metode keilmuwan. Sebab kecenderungan yang terjadi di kalangan ilmuwan modern
adalah menerapkan suatu metode ilmiah tanpa memperhatikan struktur ilmu
pengetahuan itu sendiri. Satu sikap yang diperlukan disini adalah menerapkan
metode ilmiah yang sesuai atau cocok dengan setruktur ilmu pengetahuan, bukan
sebaliknya. Metode hanya sarana berfikir, bukan merupakan hakekat ilmu. Dalam
Islamisasi ilmu pengetahuanyang paling pokok adalah terdapat pada bagaimana
cara untuk mempertmukan antara nilai-nilai agama dengan kemajuan ilmmu
pengetahuan. Agar keduanya bisa saling mengisi kekurangan dan kelebihannya.
Filsafat ilmu
diperlukan kehadirannya ditengah perkembangan Islamisasi ilmu pengetahuan yang
ditandai semakin menajamnya spisialisasi ilmu pengetahuan. Sebab dengan
mempelajari filsafat ilmu, maka para ilmuwan muslim akan menyadari keterbatasan
dirinya dan tidak terperangkap kedalam sikap arogansi intelektual. Hal yang di
perlukan adalah sikap keterbukaan diri dikalangan ilmuwan muslim, sehingga
mereka dapat saling menyapa dan mengarahkan seluruh potensi keilmuan yang
dimilikinya untuk kepentingan umat manusia.
F. Analisis
Dari beberapa
penjelasan di atas dapat penulis analisis sebagai berikut; Bahwa ilmu
pengetahuan pada hakekatya adalah pembebasan manusia, semua manusia menghadapi
kehidupan ini dengan ketidak berdayaan, mempunyai perasaan yang kecil
berhadapan dengan realitas di tuanya yang besar baik alam sekitarnya, seperti
gunung berapi yang sewaktu-waktu dapat memuntahkan laharnya yang mengerikan,
maupun sesama mahluk hidup lainnya. Seperti binatang buas, yang sewaktu-waktu
bisa menerkamnya dan merobek-robek tubuhnya. Dengan ilmu pengetahuan, manusia
dapat menghadapi tantangan dan dapat menghindari resiko-resiko yang dihadapi
dalam hidupnya. Ilmu pengetahuan dengan demikian membabaskan manusia dari
ketakutan dan penderitaan.
Dalam
perkembangannya, ilmu pengetahuan telah menjadi suatu sistem yang
kompleks, dan manusia terperangkap didalamnya, sulit dibayangkan manusia bisa
hidup layak tanpa ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan tidak lagi membebaskan
manusia, tetapi manusia menjadi terperangkap hidupnya dalam sistem ilmu
pengetahuan. Manusia telah menjadi bagian dari sistemnya, manusia juga menjadi
objeknya dan bahkan menjadi kelinci percobaan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahua
telah melahirkan mahluk baru yang sistemik, mempunyai mekanisme yang kadangkala
tidak bisa dikontrol oleh manusianya sendiri. Suatu mekanisme sistemik yang
semakin hari semakin kuat, makin besar dan makin kompleks, dan rasanya telah
menjadi suatu dunia baru di atas dunia yang ada ini.
Dalam realitas
kehidupan masyarakat dewasa ini, terjadi konflik antara etika prakmatik dengan
etika pembebasan manusia. Etika prakmatik berorentasi pada kepentingan-kepentingan
elite sebagai wujud kerja sama denga ilmu pengetahua dan kekerasan yang
cenderung menindas untuk kepentingannya sendiri yang bersifat materialistik.
Etika pembebasan manusia, bersuifat spiritual dan universal itu bisa muncul
dari kalangan ilmuwan itu sendiri, yang bisa jadi karena menolak etika
prakmatik yang dirasakan telah menodai prinsip-prinsip ilmu pengetahuan dan
agama yang menjunjung tinggi kebenaran, kebebasan, dan kemandirian.
Kemajuan ilmu
pengetahuan dan islamisasi ilmu pengetahuan harus dikembalikan pada tujuan
semula yaitu filsafat ilmunya sebagai sarana untuk memakmurkan umat
manusia dimuka bumi bukan malah sebaliknya mengancam eksistensi manusia.
Disinilah nanti pentingnya mengetahui dimana letak filsafat ilmu dan Islamisasi
ilmu pengetahuan. Keduanya harus didudukkan bersama. Karena pada dasarnya
Islamisasi iptek adalah sebagai landasan teoritis saling mengisi, agar tidak
terjadi dikhotomi antara keduanya, lewat jembatan filsafat ilmu keduanya bisa
didudukkan bersama.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pokok bahasan dalam
filsafat ilmu adalah sejarah perkembangan ilmu dan teknologi, hakekat dan
sumber pengetahuan serta kreteria kebenaran. Disamping itu, filsafat ilmu juga
membahas persoalan objek, metode dan tujuan ilmu yang tidak kala pentingnya
adalah sarana ilmiah. Filsafat ilmu memberi spirit bagi perkembangan dan
kemajuan ilmu dan sekaligus nilai-nilai moral yang terkandung pada setiap ilmu,
baik pada tatanan ontologis, epistimologis, maupun aksiologis yang dalam hal
ini penulis menempatkan filsafat ilmu dalam Islamisasi ilmu pengetahuan
terletak pada dataran aksiologinya. Yaitu agama sebagai pemberi nilai terhadap
ilmu pengetahuan.
Filsafat ilmu dan
Islamisasi ilmu pengetahuan memberikan wawasan yang lebih luas bagi penuntut
ilmu untuk melihat sesuatu itu tidak hanya dari jendela ilmu masing-masing. Ada
banyak jendela yang tersedia, ketika melihat sudut pandang sesuatu, karena itu,
tidak boleh arogansi dalam sebuah disiplin ilmu karena arogansi adalah pertanda
bahwa tidak kreatif lagi dan cepat merasa puas.
Diharapkan perkembangan
ilmu yang begitu sepektakuler di satu sisi dan nilai-nilai agama yang statis
dan universal disisi lain dapat dijadikan arah dalam menentukan perkembangan
ilmu selanjutnya. Sebab, tanpa adanya bimbingan agama terhadap ilmu
dikhawatirkan kehebatan ilmu dan teknologi tidak semakin mensejahterahkan
manusia, tetapi justru merusak dan bahkan menghancurkan kehidupan mereka.
Demikianlah pembahasan
kedudukan filsafat ilmu dalam Islamisasi ilmu pengetahuan yang dapat penulis
sajikan, mudah-mudahan mampu mengguga kita untuk terus mencari, bertualang di
dunia ilmu.
B.
Saran
Dari beberapa uraian diatas tentunya banyak sekali kesalahan
dan kekurangan. Semua itu dikarenakan
keterbatasan penulis. Untuk itu, demi kemajuan bersama kami mengharap kritik
dan sarannya yang bersifat membangun untuk lebih sempurnanya dalam pembuatan
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ibrahim Hilal, Tasawuf Antara Agama Dan
Filsafat, (Bandung: Pustaka Hidayah,2002)
Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu, (Sleman:
Belukar, 2008)
Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, (Jakarta: Gaya Media
Pratama, 1999)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar