BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Pendidikan pada dasarnya adalah sebuah proses transformasi
pengetahuan menuju kearah perbaikan, penguatan, dan penyempurnaan semua potensi
manusia. Oleh karena itu, pendidikan tidak mengenal ruang dan waktu, ia tidak
dibatasi oleh tebalnya tembok sekolah dan juga sempitnya waktu belajar di
kelas. Pendidikan berlangsung sepanjang hayat dan bisa dilakukan dimana saja dan kapan saja manusia mau dan
mampu melakukan proses kependidikan. Sabda Rasulullah SAW[1]: اطلبوا العلم ولو بالصين
Dalam Islam, tujuan yang ingin dicapai dalam pendidikan adalah
membentuk “Insan Kamil”, yakni manusia paripurna yang memiliki
kecerdasan intelektual dan spiritual sekaligus. Tujuan seperti ini tidak
mungkin bisa terwujud tanpa adanya sistem dan proses pendidikan yang baik. Oleh
karena itu, para pakar pendidikan Islam kemudian mencoba merumuskan dan
merancang bangunan pemikiran kependidikan Islam yang diharapkan mampu
menciptakan manusia-manusia paripurna, yang akan mengemban tugas
mensejahterakan dan memakmurkan kehidupan dimuka bumi ini.
Pendidikan merupakan salah satu bidang studi Islam yang mendapat
banyak perhatiaan dari para ilmuan. Hal ini karena disamping perannya yang amat
strategi dalam rangka meningkatkan sumber daya manusia, juga karena didalam
pendidikan Islam terdapat berbagai masalah yang kompleks dan memerlukan
penanganan segera. Bagi mereka yang akan terjun kedalam bidang pendidikan Islam
harus memiliki wawasan yang cukup tetang pendidikan Islam dan memiliki
kemampuaan untuk mengembangkannya sesuai dengan tuntunan zaman.
Bekenaan dengan itu, pada bab ini pembaca akan diajak memahami apa
yang dimaksud dengan pendidikan Islam serta berbagai masalah yang terkait
dengannya, dan mengetahui berbagai model yang dilakukan dalam penelitian
kependidikan Islam sebagai bahan perbandingan untuk melakukan pengembangan
konsep-konsep pendidikan Islam sesuai tuntutan zaman. Setiap proses yang
dilakukan dalam pendidikan harus dilakukan secara sadar dan memiliki tujuan.
Tujuan pendidikan secara umum adalah mewujudkan perubahan positif yang
diharapkan ada pada peserta didik setelah menjalani proses pendidikan, baik
perubahan pada tingkah laku individu dan kehidupan pribadiannya maupun pada
kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya dimana subjek didik menjalani
kehidupan. Tujuan pendidikan merupakan masalah inti dalam pendidikan dan
saripati dari seluruh renungan pedagogik.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN PENDIDIKAN ISLAM
1.
Pengertian Pendidikan
Dari segi bahasa pendidikan dapat diartikan perbuatan (hal, cara
dan sebagainya) mendidik, dan berarti pula pengetahuan tentang mendidik, atau
pemeliharaan badan, batin, dan sebagainya. Adapun menurut istilah adalah usaha
sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran
atau latihan bagi peranannya di masa yang akan mendatang. Dalam bahsa arab,
para pakar pendidikan pada umumnya menggunakan kata tarbiyah untuk arti
pendidikan. Seperti Ahmad Fuad al-Ahwani, Ali Kholil Abu al-Ainain, Muhammad
Athiyah al- Abrasyi dan Muhammad Munir Mursyi
misalnya menggunakan kata tarbiyah
untuk arti pendidikan.
Dari dua definisi tersebut dapat diketahui bahwa pendidikan adalah
merupakan usaha atau proses yang ditujukan untuk membina kualitas sumber daya
manusia seutuhnya agar ia dapat melakukan perannya dalam kehidupan secara
fungsional dan optimal. Ki Hajar Dewantoro mengatakan bahwa “pendidikan berarti daya upaya untuk
memajukan pertumbuhan budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelect)
dan tubuh anak diantara satu dan lainnya saling berhubungan agar dapat
memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan dan penghidupan anak-anak yang kita
didik selaras dengan dunianya”.[2]
2.
Memaknai Pendidikan Sebagai Proses
Pendidikan secara historis-oprasional telah dilaksanakan sejak
adanya manusia pertama dimuka bumi ini, yaitu sejak Nabi Adam AS yang dalam
al-Quran dinyatakan bahwa proses pendidikaan itu terjadi pada saat Nabi Adam AS
berdialog dengan Tuhan. Dialog tersebut muncul karena ada motivasi dalam diri
Nabi Adam AS untuk menggapai kehidupan
yang sejahtera dan bahagia. Dialog tersebut didasarkan pada motivasi individu
yang selalu ingin berkembang sesuai dengan kondisi dan konteks lingkungannya.
Dialog merupakan bagian dari proses pendidikan dan ia membutuhakan lingkungan
yang kondusif dan strategi yang memungkinkan peserta didik bebas berapresiasi
dan tidak takut salah, tetapi tetap beradab dan mengedepankan etika[3].
Dalam rangka mempersiapkan pendidikan yang maju, maka perlu diawali
dengan menetapkan dasar filosofi yang mantap dan ditunjang oleh seperangkat
teori dan konsep kependidikan yang memadai. Sebab, proses pendidikan yang
dilaksanakan senantiasa didasarkan atas suatu keyakinan tertentu, yaitu suatu
pandangan atau pemikiran yang bersifat idealis-filosofis- teoretis.
Interaksi individu dan kelompok sosial dengan individu dan kelompok
lain telah menciptakan dinamika pemikiran dan budaya tertentu, termasuk dasar
filosofi kependidikannya sehingga pendidikan akan selalu bergerak dinamis
mengikuti perkembangan masyarakatnya. Gambaran tentang nilai dinamis dari
pendidikan sebagai suatu proses yang tiada henti dapat dilihat dari beberapa
definisi mengenai pendidikan Islam.
Muhammad Hamid an-Nashir dan Kulah Abd al-Qadir Darwis, misalnya,
mendefinisikan pendidikan Islam sebagai proses pengarahan perkembangan manusia
(ri’ayah) pada sisi jasmani, akal,
bahasa, tingkah laku, dan kehidupan sosial dan keagamaan yang diarahkan pada
kebaikan menuju kesempurnaan. Sementara itu, Omar Muhammad at-Toumi
asy-Syaibani sebagaimana disitir oleh M. Arifin,[4]
menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah usaha mengubah tingkah laku individu
dalam kehidupan pribadi atau kehidupan kemasyarakatan dan kehidupan dialam
sekitarnya.
3.
Hakikat Pendidikan Islam
Pendidikan Islam pada hakikatnya adalah proses perubahan yang
menuju kearah positif. Dalam konteks sejarah, perubahan yang positif ini adalah
jalan Tuhan yang telah dilaksanakan sejak zaman Nabi Muhammad SAW. Pendidikan
Islam dalam konteks perubahan kearah yang positif ini identik dengan kegiatan
dakwah yang biasanya dipahami sebagai upaya untuk menyampaikan ajaran Islam
kepada masyarakat.[5]
Sejak wahyu pertama diturunkan yaitu surat Al-Alaq ayat
1-5:
ù&tø%$#
ÉOó™$$Î/ y7În/u‘
“Ï%©!$#
t,n=y{ ÇÊÈ t,n=y{ z`»|¡SM}$# ô`ÏB @,n=tã ÇËÈ ù&tø%$# y7š/u‘ur ãPtø.F{$# ÇÌÈ “Ï%©!$#
zO¯=tæ ÉOn=s)ø9$$Î/ ÇÍÈ zO¯=tæ z`»|¡SM}$# $tB
óOs9 ÷Ls>÷ètƒ ÇÎÈ
pendidikan Islam praksis telah lahir,
berkembang dan eksis dalam kehidupan umat Islam, yakni sebuah proses pendidikan
yang melibatkan dan menghadirkan Tuhan. Membaca sebagai sebuah proses
pendidikan dilakukan dengan menyebut nama Tuhan Yang Menciptakan.
Keterkaitan pendidikan dengan Tuhan ini secara profetik dipandu
oleh kitab suci Al-Quran. Nabi
sebagai utusan Alloh memiliki tugas utama menyampaikan wahyu kepada umat
manusia secara berangsur-angsur sesuai dengan konteksnya. Proses pewahyuan yang
berangsur-angsur ini, selain dimaksudkan untuk menjaga agar hidup manusia tidak
terlepas dari bimbingan Tuhan, juga menunjukan bahwa wahyu selalu berdialog
dengan lingkungan dan alam manusia. Pada saat menyampaikan wahyu, maka hal itu
juga berarti beliau menyampaikan ilmu dan kebenaran pada umat manusia. Ia
merasa senang dan gembira terhadap ilmu sehingga wahyu yang diterimanya
kemudian digunakan untuk menggalakan pendidikan bagi pengikut-pengikutnya. Nabi
juga melakukan kampanye bahwa orang yang mengajar orang lain akan mendapat
pahala besar. Orang yang beriman dan berilmu juga akan mendapatakn derajat yang
tinggi dan mulia. Pada hakikatnya, pelaksanaan pendidikan Islam pada awal
kebangkitannya digerakan oleh iman dan komitmen yang tinggi terhadap
ajaran agamanya.[6]
Sabda RasulullaH SAW[7] yang diriwayatkan dari Sahabat Abi Mas’ud al-Anshari RA: من دل على خيرٍ فله مِثل أجرِ فاعِلِه
Oleh karena itu, esensi pendidikan Islam pada hakikatnya terletak
pada kriteria iman dan komitmennya terhadap ajaran agama Islam. Hal ini
sejalan dan senada dengan definisi pendidikan Islam yang disajikan oleh Ahmad
D. Marimba.[8]
Ia menyatakan bahwa “Pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan rohani
berdasarkan hukum-hukum ajaran Islam menuju terbentuknya kepribadian utama
menurut ukuran-ukuran Islam,” yaitu kepribadian muslim. Definisi tersebut
minimal memuat tiga unsur yang mendukung pelaksanaan pendidikan Islam,[9]
diantaranya:
1.
Usaha berupa bimbingan bagi pengembangan potensi jasmaniah dan
rohaniah secara seimbang.
2.
Usaha tersebut didasarkan
atas ajaran Islam, yang bersumber dari al-Quran, as-Sunnah, dan ijtihad.
3.
Usaha tersebut diarahkan pada upaya untuk membentuk dan mencapai
kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang didalamnya tertanam nilai-nilai
Islam. Jika nilai Islam itu telah tertanam dengan baik, maka peserta didik akan
mampu meraih derajat “insan kamil” yakni manusia paripurna-manusia ideal.
Seiring dengan sisi penting akhlak dan kepribadian mulia sebagai
inti pendidikan, maka pendidikan Islam sebagaimana dinyatakan oleh Syed Ali
Ashraf dan Syed Sajjad Hussain[10]
juga dapat dipahami sebagai:
“ Suatu
pendidikan yang melatih jiwa murid-murid dengan cara sebegitu rupa sehingga
dalam sikap hidup, tindakan, keputusan dan pendekatan mereka terhadap segala
jenis ilmu pengetahuan, mereka dipengaruhi oleh nilai-nilai spiritual dan
sangat sadar akan nilai etis Islam. Mereka dilatih, dan mentalnya menjadi
begitu berdisiplin sehingga mereka ingin mendapatkan ilmu pengetahuan bukan
semata-mata untuk memuaskan rasa ingin tahu intelektual mereka atau hanya untuk
memperoleh keuntungan materiil saja, melainkan untuk berkembang sebagai makhluk
rasional yang berbudi luhur dan melahirkan kesejahteraan spiritual, moral, dan
fisik bagi keluarga, bangsa, dan seluruh umat manusia ”.
Dari apa yang dinyatakan di
atas, maka pendidikan Islam pada hakikatnya menekankan tiga hal, yaitu :
1.
Suatu upaya pendidikan dengan menggunakan metode-metode tertentu,
khususnya metode pelatihan untuk mencapai kedisiplinan mental peserta didik.
2.
Bahan pendidikan yang diberikan kepada anak didik merupakan bahan materiil, yakni berbagai jenis
ilmu pengetahuan dan spiritual, yakni sikap hidup dan pandangan hidup yang
dilandasi nilai etis Islam
3.
Tujuan pendidikan yang ingin dicapai adalah mengembangkan manusia
yang rasional dan berbudi luhur, serta mencapai kesejahteraan masyarakat yang
adil dan makmur dalam rengkuhan ridlo Alloh SWT.
4.
Ruang Lingkup Pendidikan Islam
Dengan mengacu pada pendapat Zakiah Daradjah[11]
dan Noeng Muhadjir,[12]
konsep pendidikan Islam mencakup kehidupan manusia seutuhnya, tidak hanya
memperhatikan dan mementingkan segi akidah (keyakinan), ibadah
(ritual), dan akhlak (norma-etika) saja, tetapi jauh lebih luas dan
dalam dari semua itu. Para pendidik Islam pada umumnya memiliki pandangan yang
sama bahwa pendidikan Islam mencakup berbagai bidang :
1.
Keagamaan
2.
Akidah dan amaliah
3.
Akhlak dan budi pekerti
4.
Fisik-biologis, eksak, mental-psikis dan kesehatan.
Dari sisi akhlak, pendidikan Islam harus dikembangkan dengan
didukung oleh ilmu-ilmu lain yang terkait. Dari penjelasan tersebut, maka dapat
dinyatakan bahwa ruang lingkup pendidikan Islam meliputi:
1.
Setiap proses perubahan menuju kearah kemajuan dan perkembangan
berdasarkan ruh ajaran Islam
2.
Perpaduan antara pendidikan jasmani, akal (intelektual), mental,
perasaan (emosi) dan rohani (spiritual)
3.
Keseimbangan antara jasmani-rohani, keimanan-ketakwaan,
pikir-dzikir, ilmiah-amaliah, materiil-spirituil, individual-sosial, dan
dunia-akhirat.
4.
Realisasi dwi fungsi manusia, yaitu fungsi peribadatan sebagai
hamba Alloh (‘Abdulloh) untuk menghambakan diri semata-mata kepada Alloh dan
fungsi kekhalifahan sebagai khalifah Alloh (khalifatulloh) yang diberi tugas
untuk menguasai, memelihara, memanfaatkan, melestarikan dan memakmurkan alam
semesta (rahmatan lil’alamin). Firman Allah surat Al-Baqarah ayat 30 :
5.
øŒÎ)ur tA$s%
š•/u‘ Ïps3Í´¯»n=yJù=Ï9 ’ÎoTÎ) ×@Ïã%y`
’Îû
ÇÚö‘F{$# ……Zpxÿ‹Î=yz ÇÌÉÈ
5.
Pendidikan Islam Sebagai Ilmu
Ilmu pendidikan Islam adalah suatu kajian yang memuat teori-teori
pendidikan serta data-data dan penjelasan dalam perspektif Islam. Dalam
menyusun teori-teori pendidikan, selain menggunakan kaidah-kaidah ilmu
pendidikan yang telah ada, juga menggunakan pendekatan filosofi, logis, dan
empiris sehingga konsep tersebut benar-benar idealistik, realistik, dan praktis
penuh dengan muatan nilai-nilai Islami.[13]
Dalam perkembangannya, teori dan konsep pendidikan berikut
penjelasannya telah membawa pada kajian tersendiri dengan objek materiil
manusia dan proses perubahan yang menunjukan adanya proses perubahan menuju
peningkatan dan perbaikan yang berdasar pada nilai Ilahiyah. Dengan demikian,
objek pendidikan sama dengan pendidikan pada umumnya, hanya saja ilmu pendidikan
Islam didasarkan pada konsep dan teori yang dikembangkan dari nilai-nilai
Islam: al-Quran, as-Sunnah dan ijtihad.
B.
TUJUAN PENDIDIKAN ISLAM
Setiap proses yang dilakukan dalam pendidikan harus dilakukan
secara sadar dan memiliki tujuan. Tujuan pendidikan secara umum adalah
mewujudkan perubahan positif yang diharapkan ada pada peserta didik setelah
menjalani proses pendidikan, baik perubahan pada tingkah laku individu dan
kehidupan pribadinnya maupun pada kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya
dimana subjek didik menjalani kehidupan. Tujuan pendidikan merupakan masalah
inti dalam pendidikan dan saripati dari seluruh renungan pedagogik.[14]
Tujuan pendidikan pernah dirumuskan dalam konferensi pendidikan
Islam internasional yang telah
dilakukan beberapa kali. Diantaranya:
1.
Dilaksanakan di Makah pada
tahun 1977 yang memiliki agenda “yang membenahi dan menyempurnakan sistem
pendidikan Islam yang diselenggarakan oleh umat Islam diseluruh dunia”.
2.
Dilaksanakan di Islambad pada tahun 1980 untuk membahas “penyusunan
pola kurikulum pendidikan Islam“.
3.
Dilaksanakan di Dhakka pada tahun 1981 untuk membahas “pengembangan
buku teks“.
4.
Dilaksanakan di Jakarta pada tahun 1982 untuk membahas “metodologi
pengajaran”.[15]
Konferensi Islam yang telah
banyak dilakukan itu telah merumuskan dan merekomendasikan pentingnya membenahi
dan menyempurnakan sistem pendidikan Islam yang diselenggarakan umat Islam
diseluruh dunia. Konferensi tersebut juga telah melahirkan berbagai wawasan
tentang pendidikan Islam, sekaligus memberikan alternatif-alternatif
pemecahannya, baik dari segi sistem pendidikan, kurikulum, pengembangan buku
teks, metodologi pengajaran, maupun yang
lainnya.
Pada konferensi yang pertama telah dibahas 150 makalah yang ditulis
319 sarjana dari 40 negara Islam. Konferensi tersebut juga telah berhasil
merumuskan tujuan pendidikan Islam, sebagai berikut :
“Pendidikan bertujuan untuk menimbulkan pertumbuhan yang seimbang
dari kepribadian total manusia melalui pelatihan spiritual, intelektual,
rasional diri, perasaan dan kepekaan tubuh manusia, oleh karena itu pendidikan
seharusnya memenuhi pertumbuhan manusia dalam segala aspeknya : spiritual,
intelektual, imaginatif, fisik, ilmiah, linguistik, baik secara individual maupun
secara kolektif dan memotivasi semua aspek untuk mencapai kebaikan dan
kesempurnaan. Tujuan terakhir pendidikan Islam adalah perwujudan penyerahan
mutlak kepada Allah SWT, baik pada tingkat individu, masyarakat, maupun
kemanusiaan pada umumnya. [16]
Hasil-hasil konferensi Islam
Internasional tersebut telah memberikan arah, wawasan, orientasi, dan tujuan
pendidikan Islam yang sepenuhnya bertitik tolak dari tujuan ajaran Islam itu
sendiri, yaitu membentuk manusia yang kepribadian muslim yang bertakwa dalam
rangka melaksanakan tugas kekhalifahan dan peribadatan kepada Allah untuk
mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
1.
Tujuaan Pendidikan Islam Menurut
Para Ahli
Para ahli pendidikan telah memberikan defiinisi tentang tujuan
pendidikan Islam, dimana rumusan atau definisi yang satu berbeda dari definisi
yang lain. Meskipun demikian, pada hakikatnya rumusan dari tujuan pendidikan
Islam adalah sama, mungkin hanya redaksi dan penekanannya saja yang berbeda.
Berikut ini adalah definisi pendidikan Islam yang dikemukakan para ahli[17] :
1.
Naquib al-Attas menyatakan bahwa tujuan pendidikan yang penting
harus diambil dari pandangan hidup (philosophy of life). Jika pandangan
hidup itu Islam, maka tujuannya adalah membentuk manusia sempurna (insan
kamil) menurut Islam.
2.
Abd ar-Rahman Saleh abdulloh, mengungkapkan bahwa tujuan pokok
pendidikan Islam mencakup tujuan jasmaniyah, tujuan rohaniyah, dan tujuan
mental. Saleh Abdullah telah mengklasifikasikan tujuan pendidikan kedalam tiga
bidang, yaitu fisik-materiil, ruhani-spiritual, dan mental-emosional.
Ketiga-tiganya harus diarahkan menuju pada kesempurnaan. Ketiga tujuan ini
tentu saja harus dalam satu kesatuan (integratif) yang tidak terpisah-pisah.
3.
Muhammad Athiyah al-Abrasyi[18]
merumuskan tujuan pendidikan Islam secara lebih rinci. Dia menyatakan bahwa
tujuan pendidikan Islam adalah untuk membentuk akhlak mulia, persiapan
menghadapi kehidupan dunia-akhirat, persiapan untuk mencari rizki, menambahkan
subjek didik. Dari lima rincian tujuan pendidikan tersebut, semuanya harus
menuju titik kesempurnaan yang salah satu indikatornya adalah adanya nilai
tambah secara kuantitatif dan kualitatif.
4.
Ahmad Fuad al-Ahwani[19]
menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah perpaduan yang menyatu antara
pendidikan jiwa, membersihkan ruh, mencerdaskan akal, dan menguatkan jasmani. Disini, yang menjadi
bidikan dan fokus dari pendidikan Islam yang dikemukakan oleh Fuad al-Ahwani
adalah soal keterpaduan. Hal tersebut bisa dimengerti karena keterbelahan atau
disentegrasi tidak menjadi watak dari Islam.
5.
Abd ar-Rahman an-Nahlawi[20]
berpendapat bahwa tujuan pendidikan islam adalah mengembangkan pkiran manusia
dan mengatur tingkah laku serta perasaan mereka berdasarkan Islam dalam proses
akhirnya bertujuan untuk merealisasikan ketaatan dan penghambaan kepada Allah
didalam kehidupan manusia, baik indiviidu maupun masyarakat. Definisi tujuan
pendidikan ini lebih menekankan pada kepasrahan kepada Tuhan yang menyatu dalam
diri secara individual maupun sosial.
6.
Abdul Fatah Jalal[21]
menyatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah mewujudkan manusia yang mampu
beribadah kepada-NYA, baik dengan pikiran, amal maupun dengan perasaan.
7.
Umar Muhammad at-Toumi asy-Syaibani[22]
mengemukakan bahwa tujuan tertinggi dari pendidikan Islam adalah persiapan
untuk kehidupan dunia dan akhirat. Bagi asy-Syaibani, tujuan pendidikan Islam
adalah untuk memproses manusia yang siap untuk berbuat dan memakai fasilitas
dunia ini guna beribadah kepada Allah, bukan manusia yang siap pakai dalam arti
siap dipakai oleh lembaga, pabrik, atau yang alainnya. Jika yang terakhir ini
yang dijadikan tujuan dan orientasi pendidikan, maka pendidikan hanya ditujukan
sebagai alat produksi tenaga kerja dan memperlakukan manusia bagaikan mesin
robot. Pendidikan seperti ini tidak akan mampu mencetak manusia terampil dan
kreatif yang memiliki kebebasan dan kehormatan.
8.
Ali Khalil Abu al-Ainaini[23]
mengemukakan bahwa hakikat pendidikan Islam adalah perpaduan antar pendidikan jasmani, akal,
akidah, akhlak, perasaan, keindahan, dan kemasyarakatan. Adanya nilai keindahan
atau seni yang dimasukkan oleh al-Ainaini dalam tujuan pendidikan agak berbeda
dengan definisi yang dikemukakan oleh para ahlinya. Keindahan dan seni memang
harus dieksplisitkan karena kesempurnaan secara riil pada akhirnya ada pada
seni. Jika sesuatu tersebut telah menyentuh wilayah seni, maka kesempurnaan dan
keindahahn dari sesuatu tersebut sudah riil dan menjadi bagian darinya.
2.
Humanisasi Dalam Tujuan Pendidikan
Islam
Berdasarkan pada definisi yang teah dikemukakan diatas, maka secara
umum dapatlah dikatakan bahwa tujuan pendidikan Islam adalah pembentukan
kepribadian muslim[24]
paripurna (kaffah). Pribadi yang
demikian adalah pribadi yang menggambarkan terwujudnya keseluruhan esensi
manusia secara kodrati, yaitu sebagai makhluk individual, makhluk sosial,
makhluk bermoral dan makhluk yang ber-Tuhan. Citra pribadi muslim seperti itu
sering disebut sebagai manusia paripurna (insan
kamil) atau pribadi yang utuh, sempurna, seimbang, dan selaras.[25]
Manusia sempurna berarti manusia yang memehami tentang Tuhan, diri, dan
lingkungannya. Dalam hal ini, Zakiyah Darajah mengemukakan :
“Tujuan pendidikan Islam
adalah membimbing dan membentuk manusia menjadi hamba Allah yang shaleh, teguh
imannya, taat beribadah, dan berakhlak terpuji. Bahkan keseluruhan gerak dalam
kehidupan setiap muslim, mulai dari perbuatan, perkataan dan tindakan apapun yang dilakukan dengan nilai
mencari ridla Allah, memenuhi segala perintah-NYA dan menjauhi segala
larangan-NYA adalah ibadah. Maka untuk melaksanakan semua tugas kehidupan itu,
baik bersifat pribadi maupun sosial, perlu dipelajari dan dituntun dengan iman
dan akhlak terpuji. Dengan demikian, identitas muslim akan tampak dalam semua
aspek kehidupannya ”.[26]
Jadi, pendidikan akan menemukan tujuannya jika nilai-nilai humanis
tersebut masuk dalam diri peserta didiknya. Peserta didik memiliki motivasi
yang kuat untuk belajar agar bermanfaat bagi sesama. Peserta didik yang yang
belajar terus agar meiliki pikiran yang cerdas-kreatif, hati yang bersih,
tingkat spiritual yang tinggi, dan kekuatan serta kesehatan fisik yang prima.
Semua keunggulan tersebut dimaksudkan untuk diabdikan kepada tuhan dan untuk
memberikan kemaslahatan individual dan sosial yang optimal.
Pengabdian yang tinggi akan memberikan manfaat pada alam seluruh
semesta. Manusia terdidik akan berusaha secara maksimal untuk bisa menjadi
makhluk yang berguna bagi sesamanya dengan menghormati, mencintai, dan menjaga
keharmonisan diantara mereka. Diantara indikator peserta didik yang telah
termanusiakan adalah bahwa ia akan menjadi pribadi yang produktif., kreatif,
komunikatif, aspiratif, demokratis, cinta damai, menjaga kelestarian alam,
cinta seni, dan keindahan, suka menolong, dan taat beribadah. Semua itu
dilakukan dengan sadar, berkualitas, dan penuh kegembiraan.
3.
Tujuan Dan Prinsip-Prinsip
Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan sesungguhnya tidak terlepas dari prinsip-prinsip
pendidikan yang bersumber dari nilai-nilai al-Qur’an dan as-Sunnah. Dalam hal
ini, paling tidak ada lima prinsip dalam pendidikan Islam.[27]
Kelima prinsip tersebut adalah:
1.
Prinsip integrasi (Tauhid).[28]
Prinsip ini memandang adanya wujud kesatuan dunia-akhirat. Oleh karena itu,
pendidikan meletakkan porsi yang seimbang untuk mencapai kebahagiaan didunia
sekaligus diakhirat.
2.
Prinsip keseimbangan. Prinsip ini merupakan konsekuensi dari
prinsip integrasi. Keseimbangan yang proporsional antara muatan rohaniah dan
jasmaniah, antara ilmu murni dan
ilmu terapan, antara teori dan praktik
dan antara nilai yang menyangkut aqidah, syari’ah dan akhlak.
3.
Prinsip persamaan dan pembebasan.[29]
Prinsip ini dikembangkan dari nilai tauhid, bahwa Tuhan adalah Esa. Oleh karena
itu, setiap individu dan bahkan semua makhluk hidup diciptakan oleh pencipta
yang sama (Allah). Perbedaan hanyalah unsur untuk memperkuat persatuan.
Pendidikan adalah satu upaya untuk membebaskan manusia dari belenggu nafsu
dunia menuju pada nilai tauhid yang bersih dan mulia. Manusia dengan pendidikan
diharapkan bisa terbebas dari belenggu kebodohan, kemiskinan, kejumudan, dan
nafsu hayawaniah-nya sendiri.
4.
Prinsip kontinuitas dan berkelanjutan (istiqomah). Dari prinsip inilah dikenal konsep pendidikan seumur
hidup (life long education) sebab
didalam Islam, belajar adalah satu kewajiban yang tidak pernah dan tidak boleh
berakhir. Seruan membaca yang ada dalam al-Qur’an merupakan perintah yang tidak
mengenal batas waktu. Dengan menuntut ilmu secara kontinu dan terus menerus,
diharapkan akan muncul kesadaran pada diri manusia akan diri dan lingkungannya,
dan yang lebih penting tentu saja adalah kesadaran akan Tuhannya. Firman ALLAH SWT surat Adz-Dzariyat ayat 56 :
$tBur àMø)n=yz £`Ågø:$# }§RM}$#ur
žwÎ) Èbr߉ç7÷èu‹Ï9
ÇÎÏÈ
5.
Prinsip kemaslahatan dan keutamaan. Jika ruh tauihid telah
berkembang dalam sistem moral dan akhlak seseorang dengan kebersihan hati dan
kepercayaan yang jauh dari kotoran, maka ia akan memiliki daya juang untuk
membela hal-hal yang maslahat atau berguna bagi kehidupan. Sebab nilai tauhid
hanya bisa dirasakan apabila ia telah dimanifestasikan dalam gerak langkah
manusia untuk kemaslahatan, keutamaan manusia itu sendiri.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa prisip pendidikan Islam
identik dengan prinsip hidup setiap muslim, yakni beriman, bertakwa, berakhlak
mulia, berkepribadian muslim, insan shaleh guna mengemban amanat Allah sebagai
khalifah dimuka bumi dan beribadat kepada Tuhan untuk mencapai ridla-NYA.
Seperti yang telah difirmankan Allah SWT surat Al-Baqarah ayat 30 :
ÇÌÉÈ Ç……Zpxÿ‹Î=yzÚö‘F{$#
’Îû
×@Ïã%y`
Ï’ÎoTÎ) ps3Í´¯»n=yJù=Ï9 •/u‘
A$s%
ŒÎ)ur
t
C.
METODE PENDIDIKAN ISLAM
Tugas utama pendidikan Islam adalah mengadakan aplikasi
prinsip-prinsip psikologis dan pedagogis sebagai kegiatan antara hubungan
pendidikan dan realisasinya melalui penyampaian keterangan dan pengetahuan agar
peserta didik mengetahui, memahami, menghayati, dan meyakini materi yang
diterima, mampu meningkatkan keterampilan olah pikir dan dzikir, mampu membuat
perubahan dalam sikap dan minat, serta memenuhi nilai dan norma.[30]
1.
Dasar Penggunaan Metode Dan Teknik
Dasar-dasar penggunaan metode pendidikan Islam yang penting untuk
diperhatikan adalah dasar agamis, biologis, dan psikologis, yang meliputi:
1.
Tujuan pendidikan dan pembelajaran yang akan disampaikan, yang
mencakup domain kognitif (pikir),
afektif (dzikir) dan
psikomotorif (amal) guna
mendapatkan kesejahteraan dan kehidupan dunia dan akhirat.
2.
Peserta didik sebagai manusia yang memiliki potensi dan sekaligus
kelemahan individual dan kolektif sesuai dengan kondisi fisik, psikis, dan
usianya. Kompleksitas bakat dan minat masing-masing peserta didik harus dilihat
dan diperlakukan secara humanis dengan cara yang bijak.
3.
Situasi dan kondisi lingkugan pembelajaran, baik dari aspek
fisik-materiil, sosial, psikis emosional.
4.
Fasilitas dan media pembelajaran yang tersedia beserta kualitasnya.
5.
Kompetensi pendidik (baik profesional, pedagogis, sosial, maupun
kepribadiannya).
2.
Prinsip Metode Pendidikan Islam
Pada dasarnya tidak ada
perbedaan yang signifikan antara metode (termasuk juga strategi dan teknik)
dalam pendidikan Islam dengan metode dalam pendidikan lain. Jika diperhatikan,
pebedaanya hanya terlertak padaa nilai spiritual dan mental yang menyertainya
pada saat metode tersebut dilaksanakan atau dipraktikan. Prinsip metode
pendidikan Islam yang mengandung unsur-unsur pembeda tersebut adalah :
1. Niat dan
orientasi siswa dalam pendidikan Islam, yakni untuk mendekatkan hubungan antara
manusia dengan Allah SWT dan sesama makhluk. Pendekatan kepada Allah SWT
dilakukan dengan banyak mengingat-NYA yang disertai dengan tauhid, mengesakan
Allah SWT. Firman Allah SWT surat Ar-Rod’ ayat : 28
tûïÏ%©!$#
(#qãZtB#uä ’ûÈõuKôÜs?ur Oßgç/qè=è% Ìø.É‹Î/ «!$# 3 Ÿwr& Ìò2É‹Î/ «!$# ’ûÈõyJôÜs? Ü>qè=à)ø9$#
ÇËÑÈ
Tauhid
ini menjadi ruh bagi aktivitas muslim. Prinsip ketauhidan inilah yang
membedakan metode dalam pendidikan Islam dengan metode yang lain.[31]
Penetapan metode apapun diperbolehkan asalkan mampu memperkuat keimanan dan
pengabdian kepada Allah SWT. Keimanan dan kataqwaan yang meningkat secara
vertikal tersebut akan berdampak secara horizontal sehingga peserta didik lebih
menjadi harmonis dengan sesama manusia dan sesama makhluk hidup lain didunia
ini.
2.
Keterpaduan (integratif,
tauhid), dalam arti bahwa pendidikan
Islam ada kesatuan antara Iman-Ilmu-Amal, Iman-Islam-Ihsan, dzikir-pikir (hati dan pikir), dhahir-batin (jiwa-raga), dunia-akhirat, serta
yang dulu-sekarang-akan datang. Semuanya harus seimbang, selaras dan menyatu.
Kesatuan dan saling keterkaitan ini merupakan artikulasi dari ketauhidan yang
menjadi karakteristik pendidikan Islam.
3.
Bertumpu pada kebenaran, dalam arti bahwa materi yang disampaikan
itu harus benar, disampaikan dengan cara yang benar, dan dengan dasar niat yang
benar. Mencari kebenaran dan jalan lurus ini harus terus dilakukan selama
manusia masih menghembuskan nafas.
4.
Kejujuran dan amanah (siddiq-amanah).
Berbagi metode yang dipakai dalam pendidikan Islam harus memegang teguh prinsip
kejujuran (akademik). Kebohongan dan dusta (kdzib)
dalam bentuk apapun tidak bisa dibenarkkan. Jika realitas (politik)
bertentangan dengan hasil penemuan ilmu pengetahuan dan teknologi, misalnya,
seorang pendidik (peneliti) harus tetap
menyampaikan kebenaran tersebut: katakan kebenaran meskipun terasa pahit (qul haqqa walau kaana murran).
5.
Keteladanan. Dalam pendidikan Islam ada kesatuan antara
Iman-Ilmu-Amal. Pendidik dituntut menjadi contoh teladan bagi peserta didiknya.
Tidak diperkenankan ada kata “ saya hanya mengajar ”. pengajar shalat misalnya,
ia harus bisa menjadi contoh bagaimana ia menjalankan shalat dengan baik dan
benar. Meskipun demikian ada dispensasi (rukhshah)
jika pendidik berhalangan secara syar’i semisal ia mengajar tentang haji
sementara ia belum memiliki biaya untuk naik haji sehingga belum mampu berhaji.
6.
Bedasar pada nilai. Pendidikan Islam tetap berdasarkan pada nilai
etika-moral (al-akhlaq al-karimah).
Pendidik yang mengajar praktikum kimia atau geologi misalnya, dia harus tetap
menjaga hubungan antara laki-laki dan perempuan, tidak berdua-duaan (diruang
tertutup) yang bisa mengakibatkan munculnya fitnah. Hal ini karena metode
pendidikan Islam sarat nilai, tidak bebas nilai.
7.
Sesuai dengan usia dan kemampuan akal anak (biqadri ‘uquulihim). Pendidikan hendaknya diberikan kepada peserta
didik setelah mereka berumur minimal tujuh tahun,[32]
sehingga mereka mampu merangsang pemikiran serat memperteguh keimanan dan daya
kreatifnya. Bagi anak dibawah usia tujuh tahun, ia dimasukan kedalam Pendidikan
Anak Usia Dini (PAUD) dengan bentuk pendidikan yang didesain dalam permainan.
Hal yang menonjol PAUD adalah menyanyi, menggambar, dan permainan kreatif lain
yang memiliki nilai edukatif. Tingkat kecerdasan juga menjadi pertimbangan
penerapan metode dalam PAUD.
8.
Sesuai dengan kebutuhan peserta didik (chil center), bukan sekedar untuk memenuhi keinginan pendidik,
apalagi untuk proyek semata.
9.
Mengambil pelajaran pada setiap kasus atau kejadian (ibrah) yang menyenangkan atau
menyedihkan. Mengambil pelajaran ini dimulai dengan berpikir positif dan
menerima perjalanan hidup dengan tidak berlebihan dalam menyikapinya.
10.
Proporsiaonal dalam memberikan janji (wa’d targhib) yang menggembirakan dan ancaman (wa’id tarhib) untuk mendidik
kedisiplinan. Proporsional karena harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi
peserta didik. Pembiasaan terhadap hal-hal yang terpuji membutuhkan
kedisiplinan dan kedisiplinan akan berjalan bila ada hukuman (punishment), sedangkan yang berprestasi
diberikan hadiah-apresiasi (reward)
agar mereka selalu mengulang kebaikan dan prestasi yang diraihnya sekaligus
menjadi tradisi dalam hidupnya.[33]
Penciptaan tradisi yang baik-positif juga bisa dikembangkan dengan permainan
yang menggembirakan , menyenangkan dan jauh dari kekerasan.[34]
D.
ASPEK-ASPEK PENDIDIKAN ISLAM
Dari segi aspek materi didikannya, pendidikan Islam
sekurang-kurangnya mencakup pendidikan fisik, akal, agama (akidah dan
syari’ah), akhlak, kejiwaan, rasa keindahan dan sosial kemasyarakatan.[35]
Berbagai aspek materi yang tercakup dalam pendidikan Islam tersebut dapat
dilihat dalam al-Qur’an dan as-Sunah serta pendapat para ulama’. Pendapat lain
mengatakan bahwa materi pendidikan Islam
itu pada prinsipnya ada dua, yaitu: materi didikan yang berkenaan dengan
masalah keduniaan dan materi didikan yang berkenaan dengan keakhiratan. Hal ini
didasarkan pada kandungan ajaran Islam yang mnegajarkan
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.[36]
Dilihat dari sejarah atau periodenya,[37]
pendidikan Islam mencakup:
1.
Periode pembinaan yang berlangsung pada zaman Nabi Muhammad SAW.
Masa ini berlangsung sejak Nabi Muhammad SAW menerima wahyu dan menerima
pengangkatannya sebagai Rasul, sampai dengan Islam. Masa tersebut berlangsung
selama kurang lebih 23 tahun, yaitu tyanggal 17 Ramadhan ditahun sebelum
hijrah, bertepatan dengan 6 Agustus 610
M. Sampai dengan wafatnya pada tanggal 12 Rabi’ul Awwal, tahun 11 hijrah,
bertepatan dengan 8 Juni 832 M.
2.
Periode pertumbuhan pendidikan Islam yang berlangsung sejak zaman
Nabi Muhammad SAW wafat sampai masa akhir
Bani Umaiyyah yang diwarnai oleh perkembangannya ilmu-ilmu naqliyah. Pada masa pertumbuhan dan masa
pekembangan itu, pendidikan Islam mempunyai dua sasaran, yaitu :
a. Generasi muda
sebagai generasi penerus dan masyarakat bangsa lain yang belum menrima ajaran
Islam.
b. Penyampaian
ajaran Islam dan usaha internalisasinya dalam masyarakat bangsa yang baru menerimanya
yang didalam Islam lazim disebut sebagai dakwah Islami.
3.
Periode kejayaan (puncak perkembangan) pendidikan Islam, yang
berlangsung sejak permulaan daulah Abasiyyah sampai dengan jatuhnya Bagdad,
yang diwarnai oleh berkembangnya ilmu aqliyah
dan timbulnya madrasah, serta memuncaknya perkembangan kebudayaan Islam.
4.
Periode kemunduran pendidikan Islam, yaitu sejak jatuhnya Bagdad
sampai jatuhnya Mesir ketangan napoleon, yang ditandai dengan runtuhnya
sendi-sendi kebudayaan Islam dan berpindahnya pusat-pusat pengembangan
kebudayaan kedunia Barat.
5.
Periode pembaharuaan pendidikan Islam yang berlnagsung sejak
pendudukan Mesir oleh napoleon sampai masa kini, yang ditandai oleh
gejala-gejala kebangkitan kembali umat dan kebudayaan Islam.
BAB III
A.
KESIMPULAN
Dari segi bahasa pendidikan dapat diartikan perbuatan (hal, cara
dan sebagainya) mendidik, dan berarti pula pengetahuan tentang mendidik, atau
pemeliharaan badan, batin, dan sebagainya. Adapun menurut istilah adalah usaha
sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran
atau latihan bagi peranannya di masa yang akan mendatang.
Tujuan pendidikan sesungguhnya tidak terlepas dari prinsip-prinsip
pendidikan yang bersumber dari
nilai-nilai al-Qur’an dan as-Sunnah. Dalam hal ini, paling tidak ada lima
prinsip dalam pendidikan Islam. Kelima prinsip tersebut adalah:
a.
Prinsip integrasi ( Tauhid ).
b.
Prinsip keseimbangan.
c.
Prinsip persamaan dan pembebasan.
d.
Prinsip kontinuitas dan berkelanjutan (istiqomah).
e.
Prinsip kemaslahatan dan keutamaan.
Pada dasarnya tidak ada
perbedaan yang signifikan antara metode (termasuk juga strategi dan teknik)
dalam pendidikan Islam dengan metode dalam pendidikan lain. Jika diperhatikan,
pebedaanya hanya terlertak padaa nilai spiritual dan mental yang menyertainya
pada saat metode tersebut dilaksanakan atau dipraktikan. Prinsip metode
pendidikan Islam yang mengandung unsur-unsur pembeda tersebut adalah :
1.
Niat dan orientasi siswa dalam pendidikan Islam
2.
Keterpaduan (integratif, tauhid),.
3.
Bertumpu pada kebenaran,
4.
Kejujuran dan amanah (siddiq-amanah).
5.
Keteladanan
6.
Bedasar pada nilai.
7.
Sesuai dengan usia dan kemampuan akal anak (biqadri ‘uquulihim).
8.
Sesuai dengan kebutuhan peserta didik (chil center),
9.
Mengambil pelajaran pada setiap kasus atau kejadian (ibrah) yang menyenangkan atau
menyedihkan
10.
Proporsiaonal dalam memberikan janji (wa’d targhib) yang menggembirakan dan ancaman (wa’id tarhib) untuk mendidik
kedisiplinan.
B. SARAN
Dari beberapa uraian diatas tentunya banyak sekali kesalahan
dan kekurangan. Semua itu dikarenakan
keterbatasan penulis. Untuk itu, demi kemajuan bersama kami mengharap kritik
dan sarannya yang bersifat membangun untuk lebih sempurnanya dalam pembuatan
makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Semarang:Aditya
Media, 1992)///
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung:al-Ma’arif,
1974)//
Hasan Langgulung, pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke-21,
(Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1988)///
Imam Bawani, Segi-Segi Pendidikan Islam, ( Surabaya: Al-Ikhlas, 1987)////
Ki Hajar Dewantara, Bagian
Pertama Pendidikan , (Yogyakarta: Majelis Luhur Taman Siswa, 1962)///
Moh. Roqib, Ilmu Pendidikan
Islam : Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat
(Yogyakarta: LKIS Printing Cemerlang, 2009)////
M. Arifin, Filsafat
Pendidikan Islam, (Jakarta: Bina Aksara, 1987)////
Syed Ali Ashraf dan Syed Sajjad Hussain, Krisis Pendidikan Islam, (Bandung: Risalah, 1986)///
Zakiah Daradjah, Pendidikan Dalam Keluarga Dan Sekolah, ( Jakarta : Ruhama, 1994)/////
Syed Ali Ashraf, Hirison Baru Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1989)////
Muahammad Athiyah al-Abrasyi, at-Tarbiyah al-Islamiyah wa
falasifatuha,(Kairo:Isa al-Bab al-Halabi, 1975)/////
Noeng Muhadjir, Kuliah
Teknologi Pendidikan (1997).///
Ahmad Fuad al-Ahwani, at-Tarbiyah fi al-Islam, (Kairo: Dar al-ma’arif, 1968)////
Abd ar-Rahman an-Nahlawi, Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam, (Bandung:
Diponegoro, 1992)///
Abdul Fatah Jalal, Asas-Asas Pendidikan Islam,(Bandung:
Diponegoro, 1988)///
Umar Muhammad at-Toumi asy-Syaibani, Falsafah at-Tarbiyah al-Islamiyah, (Tripoli:asy-Syirkahal-‘Ammahli
an-Nasyr wa at-Tauzi’ al-I’lan,t.t)/////
Ali Khalil Abu al-ainaini, Filsafah at-Tarbiyah al-Islammiyah fi Alqur’an al-karim, (Kairo:Dar al-Fikr al-Arabi, 1980)///
Zuhairin, (Ketua Tim), Filsafat
Pendidikan Islam, (Jakarta: Depag, 1982/1983)///
Muhammad Roqib dan muchjiddin Dimjati, Pendidikan Islam, (Yogyakarta:Aksara Indonesia, 2000)
Abdul Mujib Dan Jusuf Mudzakkir,
Ilmu Pendidkan Islam
M. Athiyah al-Abrasy, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta:Bulan
Bintang, 1970)
Asma Hasan Fahmi, Sejarah
Dan Filsafat,
M. Nastir, Capita Selecta, (Jakarta: Van Hoeve, 1954)
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004)
[1] al-Imam Abi Hamid
Muhammad Bin Muhammad al-Ghazali, Ihya’ Ulumuddin, (Semarang:Toha Putra), hal.14.
[2] Ki Hajar Dewantara, Bagian Pertama Pendidikan , (yogyakarta:majelis luhur
taman siswa, 1962), hlm. 14-15.
[3] Dr. Moh. Roqib, M.Ag, Ilmu Pendidikan Islam : Pengembangan
Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat (Yogyakarta:
LKIS Printing Cemerlang, 2009), hlm. 16.
[4] M. Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta:
Bina Aksara, 1987), hlm.15.
[5] Imam Bawani, Segi-Segi Pendidikan Islam, ( Surabaya: Al-Ikhlas,
1987), hlm.73-74. Pendidkan dan
Pengajaran selalu terkait dengan dakwah Islam sehingga mendidik merupakan
kewajiban bagi setiap muslim untuk meneguhkan keimanan, memerintahkan yang
dikenal dan menolak atau menghulangkan yang tidak berguna. Dakwah harus dinamis
dalam arti memunculkan kesadaran yang menimbulkan motivasi yang tinggi sehingga
setiap muslim bergerak maju demi mencari ridlo Alloh SWT. Jika pendidikan
dimaknai sebagai sesuatu yang statis, maka pendidikan akan menjadi rutinitas
yanh kurang bermakna.
[6] Hasan Langgulung, pendidikan Islam Menghadapi Abad Ke-21,
(Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1988), hlm. 5-6.
[7] Muhammad Bin Abd Wahab, Ushulul Iman, Juz II, hal.176.
[8] Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung:al-Ma’arif,
1974), hlm.26.
[9] Dr.
Moh. Roqib, M.Ag, Ilmu Pendidikan Islam :
Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat (Yogyakarta:
LKIS Printing Cemerlang, 2009), hlm. 20.
[10] Syed Ali Ashraf dan Syed Sajjad Hussain, Krisis Pendidikan Islam, (Bandung: Risalah, 1986), hlm.1.
[11] Zakiah Daradjah, Pendidikan Dalam Keluarga Dan Sekolah, (
Jakarta:Ruhama, 1994), hlm.35.
[12] Noeng Muhadjir, Kuliah Teknologi
Pendidikan (1997).
[13] Dr.
Moh. Roqib, M.Ag, Ilmu Pendidikan Islam :
Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga, dan Masyarakat (Yogyakarta:
LKIS Printing Cemerlang, 2009), hlm. 22.
[14] Ahmadi, Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan, (Semarang:Aditya
Media, 1992), hlm.59.
[15] Syed Ali Ashraf, Hirison Baru Pendidikan Islam, (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1989), hlm. Xi.
[16] First World Conference on Muslim Education, (Inter Islamic
univercity cooperation of Indonesia, t.t.).
[17] Dr. Moh. Roqib, M. Ag, Ilmu Pendidikan Islam Pengembangan
Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga dan Masyarakat. (Yogyakarta;
LKIS Printing Cemerlang, 2009), hlm.27-30.
[18] Muahammad Athiyah al-Abrasyi, at-Tarbiyah al-Islamiyah wa
falasifatuha,(Kairo:Isa al-Bab al-Halabi, 1975), hlm.22-25.
[19] Ahmad Fuad al-Ahwani, at-Tarbiyah fi al-Islam, (Kairo: Dar
al-ma’arif, 1968).hlm.9.
[20] Abd ar-Rahman an-Nahlawi, Prinsip-Prinsip Pendidikan Islam, (Bandung:
Diponegoro, 1992), hlm.162.
[21] Abdul Fatah Jalal, Asas-Asas Pendidikan Islam,(Bandung:
Diponegoro, 1988), hlm.119.
[22] Umar Muhammad at-Toumi asy-Syaibani, Falsafah at-Tarbiyah
al-Islamiyah, (Tripoli:asy-Syirkahal-‘Ammahli an-Nasyr wa at-Tauzi’ al-I’lan,t.t),
hlm.292.
[23] Ali Khalil Abu al-ainaini, Filsafah at-Tarbiyah al-Islammiyah fi Al-Qur’an al-karim, (Kairo:Dar al-Fikr al-Arabi, 1980), hlm.167-193.
[24] Zakiah Darajah, (Ketua Tim), Ilmu
Pendidikan Islam, (Jakarta:Depag, 1982/1983), hal.27.
[25] Zuhairin, (Ketua Tim), Filsafat
Poendidikan Islam, (Jakarta: Depag, 1982/1983) hlm.27.
[26] Ibid.,hlm.40.
[27] Dr.
Moh. Roqib, M.Ag, Ilmu Pendidikan Islam :
Pengembangan Pendidikan Integratif di Sekolah, Keluarga dan Masyarakat (Yogyakarta:
LKIS Printing Cemerlang, 2009), hlm. 32.
[28] Tauhid dari kata wahhada yang berarti menyatukan atau mengesakan. Pendidikan Islam
yang mengintegrasikan berbagai komponen dan unsur dalam satu kesatuan utuh
merupakan watak yang sesuai dengan ruh tauhid.
[30] Abdul Mujib Dan Jusuf Mudzakkir,
Ilmu Pendidkan Islam, hkm.168.
[31] M.Athiyah al-Abrasy menyatakan bahwa “Pendidikan Islam sebagian
besarnya bersifat kerohanian, namun tidak meremehkan pengetahuan-pengetahuan
lain demi mencari rizki dan kebutuhan –kebutuhan hidup. M. Athiyah al-Abrasy, Dasar-Dasar Pokok Pendidikan Islam, (Jakarta:Bulan
Bintang, 1970), hlm.183.
[32] Asma Hasan Fahmi, Sejarah
Dan Filsafat, hlm.119.
[33] Ibid., hlm.135-141.
[34] Ibid., hlm.139.
[35] Zakiah Daradjah, Pendidikan Dalam Keluarga Dan Sekolah, (
Jakarta:Ruhama, 1994), hlm.1.
[36] M. Nastir, Capita Selecta, (Jakarta: Van Hoeve, 1954), hlm.53-61.
[37] Prof. Dr.H. Abuddin Nata,
M.A., Metodologi Studi Islam,
(Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2004), hlm.340-342.
yuk kunjungi jacktoto untuk mendapatkan prediksi togel jitu setiap hari. berapapun taruhannya kamu pasti dibayar 100%
BalasHapus