BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Setelah demokrasi,
penegak hak asasi manusia (HAM) merupakan elemen penting untuk perwujudan
sebuah negara yang
berkeadaban
(civilized nation). Demokrasi dan HAM ibarat dua mata uang yang saling menopang dengan yang lainnya. Jika dua unsur ini
berjalan dengan baik, pada akhirnya akan melahirkan sebuah tatanan masyarakat
madani yang demokratis, egaliter, dan kritis terhadap pelanggaran HAM.
Hak
asasi manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan ang Maha Esa dan merpakan anugerah-Nya
yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hokum, pemerintah
dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia.
Tuntutan
hak dan pelaksanaan kewajiban harus berjalan secara seimbang dan simultan. Hak
diperoleh jika kewjibna terkait telah dilaksanakan. Perkembngan HAM dalam
sejarahnya tergantung dunamika model da siste pemerintahan yang ada. Dalam
model pemerintahan yang otoriter dan represif, perkembagan hama relaif mandeg
seiring ditutupnya atau dibatasinya keren kebebasan, sedangkan model
pemerintahan yang yang demokratis relative mendukung upaya penegakan HAM karena
terbukanya ruang kebebasan dan partisipasi polituk masyarakat.
Pada bab
ini pembaca diharapkan dapat menganalisis pengertian dan karakter dasar HAM,
menjelaskan perkembagan HAM, menganalisis model pelanggaran HAM, dan
mengnalisis konsep-konsep Islam tentang HAM
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
HAM
Menurut Teaching
Human Rights yang diterbitkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), hak
asasi manusia adalah hak-hak yang
melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai
manusia. Hak hidup misalnya,
adalah klaim untuk memperoleh dan melakukan segala sesuatu yang dapat membuat seseorang
dapat hidup, karena tanpa hak tersebut eksistensinya sebagai manusia akan
hilang.
Senada
dengan pengertian diatas adalah pernyatan hak asasi yang dikemukakan oleh John
Locke. Menurut Locke, hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung
oleh Tuhan yang Maha Pencipta
sebagai sesuatu yang bersifat kodrati.
Karena sifatnya yang demikian maka tidak
ada kekuasaaan apapun didunia yang dapat mencabut hak asasi setiap manusia. Ia
adalah hak
dasar setiap manusia yang dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan yang Maha Esa; bukan
pemberian manusia
atau lembaga kekuasaan.
B.
Perkembangan
HAM
1 . Sebelum
Deklarasi Universal HAM 1948
Teori kontrak sosial adalah teori yang
menyatakan bahwa hubungan antara penguasa (raja) dan didasari oleh sebuah
kontrak yang ketentuan-ketentuannya mengikat kedua belah pihak. Menurut kontrak
sosial, raja diberi kekuasaan oleh rakyat untuk menyelenggarakan ketertiban dan
menciptakan keamanan demi hak alamiah manusia terjamin dan terlaksana secara
aman. Sedangkan disisi lain, rakyat akan
mentaati penguasa mereka sepanjang hak-hak alamiah mereka terjamin. Pada 1789
lahir deklarasi Perancis (The French
Declaration). Deklarasi ini
memuat aturan-aturan hukum yang menjamin hak asasi manusia dalam proses hukum,
seperti larangan penangkapan dan penahanan seseorang secara sewenang-wenang
tanpa alasan yang sah atau penahanan tanpa surat perintah yang dikeluarkan oleh
lembaga hukum yang berwenang. Dalam hal ini berlaku prinsip presumption of innocent, orang-orang yang ditangkap
dianggap tidak bersalah sampai ada keputusan pengadilan yang berkekuatan hukum
tetap yang menyatakan ia bersalah, muncul untuk pertama kali. Prinsip ini
kemudian dipertegas oleh prinsip-prinsp HAM lain seperti freedom of
expression (kebebasan mengeluarkan pendapat), freedom of religion (kebebasan beragama), The right
of property (perlindungan hak milik) dan hak-hak dasar lainnya.
Perkembamgan HAM selanjutnya ditandai oleh munculnya wacana empat hak
kebebasan manusia (the four freedoms) di Amerika Serikat pada 6 Januari
1941, yang dipoklamirkan oleh Presiden Roosevelt. Keempat hak itu adalah : hak
kebebasan berbicara dan mengeluarkan pendapat; hak kebebasan memeluk agama dan
beribadah sesuai dengan ajaran agama
yang dipeluknya; hak kebebasan dari kemiskinan; dan hak kebebasan dari rasa
takut.
Tiga tahun kemudian, dalam
Konferensi Buruh Internasional di-Phildelphia, Amerika Serikat, dihasilakn
sebuah deklarasi HAM. Deklarasi Philadelphia 1944 ini memuat pentingnya menciptakan
perdamaian dunia berdasarkan keadilan sosial dan perlindungan seluruh manusia
apapun ras, kepercayaan dan jenis kelaminnya. Deklarasi ini juga memuat prinsip
HAM yang menyerukan jaminan setiap orang untuk mengejar pemenuhan kebutuhan
material atau spiritual secara bebas dan bermatabat serta jaminan keamanan
ekonomi dan kesempatan yang sama. Hak-hak tersebut kemudian dijadikan dasar
perumusan Deklarasi Universal HAM (DUHAM) yang dikukuhkan oleh PBB dalam Universal
Declaration of Human Rights (UDHR) pada tahun 1948.
Menurut DUHAM, terdapat 5 jenis hak asasi yang
dimiliki oleh setiap individu: hak personal (hak jaminan kebutuhan pribadi);
hak legal (hak perlindungan jaminan hukum); hak sipil dan politik; hak
subsistensi (hak jaminan adanya sumber daya untuk menunjang kehidupan); dan hak
ekonomi, sosial dan budaya.
Menurut pasal 3-21 DUHAM, hak personal, hak legal, hak sipil dan
politik meliputi:
1.
Hak untuk hidup, kebebasan dan keamanan pribadi;
2.
Hak bebas dari perbudakan dan penghambaan;
3.
Hak bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman
yang kejam, tak berprikemanusiaan
ataupun merendahkan derajat kemanusiaan;
4.
Hak untuk memperoleh pengakuaan hukum dimana saja secara
pribadi;
5.
Hak untuk pengmpunan hukum secara efektif;
6.
Hak bebas dari penangkapan, penahanan, atau pembuangan yang sewenang-wenang;
7.
Hak peradilan yang independen dan tidak memihak;
8.
Hak untuk praduga tak bersalah sampai terbukti bersalah;
9.
Hak bebas dari campur tangan yang sewenang-wenang
terhadap kekuasaan pribadi, keluarga, tempat tinggal maupun surat-surat;
10.
Hak bebas dari serangan tehadap kehormatan dan nama baik;
11.
Hak atas perlindungan hukum terhadap serangan semacam
itu;
12.
Hak bergerak;
13.
Hak memperoleh suaka;
14.
Hak atas satu kebangsaan;
15.
Hak untuk menikah dan membentuk keluarga;
16.
Hak untuk mempnyai hak milik;
17.
Hak bebas berpikir, berkesadaran, dan beragama;
18.
Hak bebas berpikir dan menyatakan pendapat;
19.
Hak untuk berhimpun dan berserikat;
20.
Hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan dan hak
atas akses yang sama terhadap pelayanan masyarakat.
Adapun hak ekonomi, sosial dan budaya meliputi :
1.
Hak atas jaminan sosial;
2.
Hak untuk bekerja;
3.
Hak atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama;
4.
Hak untuk bergabung kedalam serikat-serikat buruh;
5.
Hak atas istirahat dan waktu senggang;
6.
Hak atas standar hidup yang pantas dibidang kesehatan dan
kesejahteraan;
7.
Hak atas pendidikan;
8.
Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang
berkebudayaan dari masyarkat;.
2. Setelah Deklarasi Universal HAM 1948
Secara garis besar perkembangan pemikiran tentang HAM dibagi
menjadi 4 kurun generasi : Pertama, menurut generasi ini pengertian HAM
hanya berpusat pada bidang hukum dan politik. Kedua, pemikiran HAM tidak
saja menunutut hak yuridis seperti yang dikampanyekan generasi pertama, tetapi
juga menyerukan hak-hak sosial, ekonomi, politik, dan budaya. Ketiga, sebagai
penyempurna wacana HAM generasi sebelumnya.
Generasi ini menyerukan wacana kesatuan HAM antara hak ekonomi, sosial,
budaya politik, dan hukum dalam satu
bagian integral yang dikenal dengan istilah hak-hak melaksanakan pembangunan (the
rights of development), sebagaimana
dinyatakan oleh Komisi Keadilan Internasional (international comission
of justice). Keempat,
banyaknya dampak yang dihasilkan oleh rumusan HAM generasi ketiga melahirkan
pemikiran kritis HAM dari generasi keempat. Peran dominan negara dalam proses
pembangunan ekonomi dan kecenderungan
pengabaian aspek kesejahteraan rakyat
mendapat sorotan tajam kalangan generasi HAM ini.
Beberapa butir HAM yang memuat dalam deklarasi HAM Asia ini
mencakup :
a.
Pembangunan Berdikari (Self Development)
Pembangunan yang dilakukan adalah pembangunan yang
membebaskan rakyat dan bangsa dari ketergantungan dan sekaligus memberikan
sumber-sumber daya sosial-ekonomi kepada rakyat. Relokasi dan redistribusi
kekayaan dan modal nasional haruslah dilakukan dan sudah waktunya sasaran
pembangunan itu ditujukan kepada rakyat banyak dipedesaan. Bantuan dan modal
luar negeri hendaknya diatur secara terencana dan terarah, agar tidak salah
alamat.
b.
Perdamaian
Masalah perdamaian tidak semata-mata berarti anti perang,
anti nuklir, dan anti perang bintang. Tetapi justru lebih dari itu suatu upaya
untuk melepaskan diri dari budaya kekerasan
(culture of violence) dengan segala bentuk tindakan. Hal berarti penciptaan
budaya damai (culture of peace)
menjadi tugas semua baik rakyat, negara, regional, maupun dunia internasional.
c.
Partisipasi Rakyat
Partisipasi rakyat ini adalah suatu persoalan hak asasi
yang sangat mendesak untuk terus diperjuangkan, baik dalam dunia politik maupun dalam persoalan publik lainnya.
d.
Hak-Hak Budaya
Setiap budaya harus dihormati
dan tidak boleh dilecehkan. Upaya dan kebijakan penyeragaman budaya oleh negara
merupakan bentuk pelanggaran terhadap hak asasi berbudaya, karena mengarah
kepenghapusan kemajemukan budaya (multikulturalisme) sebagai identitas kekayaan
suatu komunitas warga dan bangsa.
e.
Hak Keadilan Sosial
Keadilan sosial tidak hanya diukur dengan peningkatan pendapatan perkapita, tetapi juga dengan merubah
tatanan sosial yang tidak adil dengan tatanan sosial yang berkeadilan.
Secara operasional, beberapa bentuk HAM yang terdapat
dalam UU Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM sebagai berikut :
1.
Hak untuk hidup
2.
Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
3.
Hak mengembangkan diri
4.
Hak memperoleh keadilan
5.
Hak atas kebebasan pribadi
6.
Hak atas rasa aman
7.
Hak atas kesejahteraan
8.
Hak turut serta dalam pemerintahan
9.
Hak wanita
10.
Hak anak
Adapun hak asasi manusia yang diatur dalam perubahan Undang-Undang Dasar 1945
terdapat dalam Bab X A sebagai berikut :
1.
Hak untuk hidup dan mempertahankan hidup dan kehidupannya
(pasal 28 A)
2.
Hak untuk membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan
melalui perkawinan yang sah (Pasal 28 B ayat 1)
3.
Hak anak untuk kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang
serta hak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 28 B ayat 2)
4.
Hak untuk mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan dasar (pasal 28 C ayat 1)
5.
Hak untuk mendapatkan pendidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni, dan budaya
(Pasal 28 C ayat 1)
6.
Hak untuk mengajukan diri dalam memperjuangkan haknya secara
kolektif (Pasal 28 C ayat 2)
7.
Hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan dan kepastian
hukum yang adil dan perlakuan yang sama didepan hukum (Pasal 28 D ayat1)
8.
Hak untuk bekerja dan mendapat imbalan serta perlakuan
yang adil dan layak dalam hubungan kerja (Pasal 28 D ayat 3)
9.
Hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan (Pasal 28 D ayat 3)
10.
Hak atas status kewarganegaraan (Pasal 28 D ayat 4)
11.
Hak kebebasan untuk memeluk agama dan beribadah menurut
agamanya (Pasal 28 E ayat 1)
12.
Hak memilh pekerjaan (Pasal 28 E ayat 1)
13.
Hak memilih kewarganegaraan (Pasal 28 E ayat 1)
14.
Hak memilih tempat tinggal diwilayah negara dan
meninggalkannya, serta berhak untuk kembali (Pasal 28 E 1)
15.
Hak kebebasan untuk
meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai hati nuraninya (Pasal
28 E ayat 2)
16.
Hak kebebasan untuk berserikat, berkumpul dan
mengeluarkan pendapat (Pasal 28 E ayat 3)
17.
Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi (Pasal 28 F)
18.
Hak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan,
martabat, dan harta benda (Pasal 28 G ayat 1)
19.
Hak atas rasa aman dan perlindungan dari ancaman
ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi
manusia (Pasal 28 G ayat 1)
20.
Hak untuk bebas dari penyiksaan (torture) dan
perlakuan yang merendahkan derajat martabat manusia (Pasal 28 G ayat 2)
21.
Hak untuk sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal
dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat (Pasal 28 H ayat
1)
22.
Hak untuk memperoleh pelayanan
kesehatan (Pasal 28 H ayat
1)
23.
Hak untuk mendapatkan kemudahan dan perlakuan khusus guna
mencapai persamaan dan keadilan (Pasal
28 H ayat 2)
24.
Hak atas jaminan sosial (Pasal 28 H ayat 2)
25.
Hak atas milik pribadi yang tidak boleh diambil alih sewenang-wenang oleh
siapapun (Pasal 28H ayat 4)
26.
Hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku
surut (retroaktif) (Pasal 28 I ayat 1)
27.
Hak untuk bebas dari perlakuan diskriminasi atas dasar
apapun dan berhak mendapat perlindungan
dari perlakuan diskriminatif tersebut (Pasal 28 I ayat 2)
C.
Hak dan Kewajiban
Hak kebebasan harus diimbangi oleh kewajiban yang harus
dilakukan oleh warga negara. Hubungan antar hak dan kewajiban juga berlaku
dalam hal hubungan antara warga negara dan negara atau pemerintah. Semua warga
negara memiliki hak mendapatkan rasa aman dari aparat negara tanpa perbedaan
status sosial, tetapi mereka pun
berkewajiban untuk membayar pajak kepada negara. Searah dengan ini, negara memiliki kewajiban untuk melindungi dan
menjaga keamanan warga negara. Hak negara memungut pajak atau sejenisnya dari
warga negara harus diwujudkan dengan pelaksanaan kewajiban negara menciptakan
dan menjaga ketertiban umum. Tanpa komitmen menjaga keseimbangan antara sesama warga negara dan antara warga
negara dengan negara, kekacauan dalam tatanan kehidupan sosial
dan politik menjadi tak terelakkan.
Hak tidak bisa dipisahkan dari kewajiban. Seseorang boleh
melakukan apapun kehendak dan cita-citanya, namun ia dibatasi oleh kewajiban untuk melanggar hak orang lain untuk
memperoleh ketenangan dan rasa aman. Dengan ungkapan lain, kebebasan seseorang
dibatasi oleh kebebasan orang lain untuk mendapatkan kebebasan yang sama. Keterbatasan inilah yang dicerminkan dalam keseimbangan antara hak
dan kewajiban warga negara. Seseorang bebas untuk beribadah menurut keyakinannya, tetapi sebagai warga negara dia
memiliki kewajiban untuk memelihara hak orang lain dalam mendapatkan ketenangan
dan kenyamanan dari sikap dan pandangan keagamannya. Dalam tatanan ini
sesunguhnya dalam HAM tidak dikenali istilah kebebasan tanpa batas. Kebebasan dibatasi oleh kewajiban seseorang untuk menjaga hak orang lain
untuk memperoleh kenyamanan dan keamanan.
Secara teoritis, keseimbangan antara hak dan kewajiban dapat
dirujuk pada pandangan A. Gewirth maupun Joel Feinberg. Menurut mereka, hak
adalah klaim yang absah atau keuntungan yang didapat dari
pelaksanaan sebuah kewajiban. Hak
dperoleh bila kewajiban terkait telah dilaksankan. Karenanya, hak tidak
bersifat absolut, tetapi selalu timbal balik dengan kewajiban.
Hak untuk hidup misalnya, akan dilanggar bila seseorang
tidak melaksanakan kewajibannya untuk tidak membunuh orang atau kelompok lain.
Karena hak dan kewajiban merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan, maka
kita tidak akan memperoleh hak tanpa melaksanakan kewajiban atau dibebani suatu
kewajiban oleh negara tanpa ada keuntungan untuk memperoleh hak sebagai warga
negara.
D.
Pelanggaran dan Pengadilan HAM
Unsur lain dalam HAM adalah masalah pelanggaran dan
pengadilan HAM. Secara jelas UU. No 26 Tahun
2000 tentang pengadilan HAM mendefinisikan hal tersebut. Menurut Undang-Undang ini, pelanggaran hak asasi manusia
adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara
baik disengaja maupun tidak disengaja atau
kelalaian secara hukum mengurangi, menghalangi, membatasi, dan atau mencabut hak asasi manusia seseorang atau kelompok orang
yang dijamin oleh Undang-Undang dan tidak didapatkan, atau dikwatirkan berdasarkan
mekanisme hukum yang berlaku.
Pelanggaran HAM dikelompokan pada dua bentuk yaitu : pelanggaran
HAM berat dan pelanggaran HAM ringan. Pelanggaran HAM berat meliputi kejahatan
genosida dan kejahatan kemanusiaan. Sedangkan bentuk pelanggaraan HAM ringan selain
dari kedua bentuk pelanggaran HAM berat itu.
Pengadilan HAM berkedudukan didaerah tingkat I (propinsi) dan
daerah tingkat II (kabupaten/kota) yang daerah hukumnya meliputi daerah hukum
Pengadilan Umum yang bersangkutan. Pengadilan HAM bertugas dan berwenang
memeriksa dan memutus perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat.
Pengadilan HAM berwenang juga memeriksa
dan memutuskan perkara pelanggaran hak asasi manusia oleh warga negara Indonesia
yang berada dan dilakukan diluar batas teritoral wilayah negara Republik
Indonesia.
Pengadiln HAM tidak brerwenang memeriksaa dan memutus perkara
pelanggaran hak asasi manusia yang berat yang dilakukan seseoarang yang berumur
dibawah 18 (delapan belas) tahun pada saat kejahatan dilakukan. Dalam
pelaksanaan peradilan HAM, pengadilan HAM menempuh proses pengadilan melalui
hukum acara pengadilan HAM sebagaimana
terdapat dalam Undang-Undang pengadilan HAM. Kepedulian warga negara terhadap
pelanggaran HAM dapat dilakukan melalui upaya-upaya pengembangan komunitas HAM
atau penyelenggaraan tribunal (forum kesaksian untuk mengungkap dan menginvestigasi sebuah kasus secara mendalam) tentang
pelanggran HAM.
E.
Islam dan HAM
Islam adalah agama universal yang
mengajarkan keadilan bagi semua manusia tanpa pandang bulu. Ajaran Islam mengandung
unsur-unsur keyakinan (akidah), ritual (ibadah), dan pergaulan sosial (mu’amalat).
Dimensi akidah memuat ajaran tentang keimanan; dimensi ibadah memuat ajaran
tentang mekanisme pengabdian manusia terhadap Allah; sedangkan dimensi mu’amalat memuat ajaran tentang hubungan manusia dengan
manusia dan dengan alam sekitar. Seluruh unsur-unsur ajaran tersebut dilandasi
oleh ketentuan-ketentuan yang disebut
dengan istilah syari’at (fiqih). Dalam konteks syari’at inilah terdapat ajaran
tentang hak asasi manusia (HAM).
Sebagai agama kemanusiaan Islam meletakkan manusia pada posisi yang sangat
mulia. Manusia digambarkan oleh al-Quran
sebagai makhluk yang paling sempurna dan
harus dimuliakan. Bersandar dari pandangan kitab suci ini, perlindungan dan
penghormatan terhadap hak asasi manusia dalam Islam tidak lain merupakan tuntutan
dari ajaran Islam yang wajib dilaksanakan oleh setiap pemeluknya. Penghormatan
HAM dan bersikap adil terhadap manusia tanpa pandang bulu adalah esensi dari
ajaran Islam. Dalam Islam, sebagaimana dinyatakan oleh Abu A’la al-Maududi, HAM
adalah hak kodrati yang dianugeragkan Allah SWT kepada setiap manusia dan tidak
dapat dicabut atau dikurangi oleh kekuasaan atau badan apapun. Hak-hak yang
diberikan Allah itu bersifat permanen, kekal, dan abadi, tidak boleh dirubah atau
dimodifikasi.
Menurut kalangan ulama Islam, terdapat dua
konsep tentang hak dalam Islam : hak
manusia (haq al insan) dan hak Allah. Satu dan lainnya saling terkait
dan saling melandasi. Hak Allah melandasi hak manusia demikian juga sebaliknya, sehingga dalam prateknya tidak dapat
terpishkan satu dari yang lainnya. Misalnya, dalam pelaksanaan hak Allah berupa
ibadah shalat, seorang muslim yang taat yang memiliki kewajiban untuk mewujudkan
pesan moral ibadah sholat dalam kehidupan sosialnya. Dengan ungkapan lain, hak Tuhan dan hak manusia dalam Islam terpancar dalam
sejarah ibadah sehari-hari. Islam tidak memisahkan hak Allah dan hak manusia.
Konsep Islam mengenai kehidupan manusia
didasarkan pada pendekatan teosentris, atau pandangan yang menempatkan Allah
sebagai pusat dari kehidupan melalui ketentuan syari’atnya. Syari’at merupakan tolak
ukur tentang baik dan buruk tatanan kehidupan manusia, sebagai pribadi maupun
sebagai warga negara. Dengan demikian, konsep Islam tentang HAM berpijak pada
ajaran tauhid. Sebagai sebuah konsep pembebasan manusia. Konsep tauhid Islam
memiliki ide persamaan dan persaudaraan manusia, konsep tauhid juga mencakup
ide persamaan dan persatuan semua makhluk. Pandangan ini ditegaskan oleh Harun
Nasution dan Bakhtiar Efendi sebagai ide peri kemakhlukan dalam Islam. Ide peri
kemakhlukan mengandung makna bahwa manusia tidak boleh sewenang-wenang terhadap
sesama makhluk termasuk juga pada binatang dan alam sekitar. Senada dengan
pandangan ini, al-Ghazali berpendapat bahwa sikap kasih sayang manusia mencakup
masyarakat binatang.
Konsepsi Islam tentang HAM dapat dijumpai dalam sumber utama
ajaran Islam, al-Qur’an dan al-Hadis, keduanya adalah sumber ajaran yang
normatif. Praktik HAM juga dapat dijumpai pada praktik kehidupan sehari-hari
nabi Muhammad SAW. Yang dikenal dengan sebutan sunnah (tradisi) nabi Muhammad.
Tonggak sejarah Islam sebagai agama memiliki komitmen sangat tinggi kepada hak
asasi manusia secara universal dibuktikan dengan deklarasi nabi Muhammad SAW yang biasa dikenal dengan nama Piagam
Madinah. Pandangan inklusif manusia piagam Madinah kemudian menjadi semangat
deklarasi HAM Islam di Kairo, deklarasi Kairo.
Terdapat dua prinsip pokok HAM dalam piagam Madinah: Pertama,
semua pemeluk Islam adalah satu umat walaupun mereka berbeda etnik bangsa;
kedua, hubungan antara komunitas muslim dengan non muslim didasarkan pada
prinsip-prinsip :
1) Berinteraksi secara
baik dengan sesama tetangga.
2) Saling membantu dalam
menghadapi musuh bersama.
3) Membela mereka yang teraniaya.
4) Saling menasehati
5) Menghormati kebebasan
agama.
Sedangkan ketentuan HAM yang terdapat dalam deklarasi Kairo
adalah sebagai berikut:
1. Hak persamaan dan kebebasan yang bersandar
pada ajaran al-Qur’an surat al-Isra:70
2. Hak hidup surat al-Maidah:45
3. Hak perlindungan
diri, surat at-Taubah:6
4. Hak kehoramatan
pribadi, surat at-Taubah:6
5. Hak berkeluarga,
surat al-Baqarah:221
6. Hak kesetaraan
wanita dengan pria, surat al-Baqarah:228
7. Hak anak dari
orang tua, surat al-Baqarah:233
8. Hak mendapatkan pendidikan, surat at-Taubah:122
9. Hak kebebasan beragama, surat al-Kafirun:1-6
10. Hak kebebasan mencari
suaka, surat an-Nisa:97
11. Hak memperoleh
pekerjaan, surat at-Taubah:105
12. Hak memperoleh perlakuan
sama, surat al-Imran:130
13. Hak kepemilikan, surat
al-Baqarah:29
14. Hak tahanan, surat al-Mumtahanah:8
1.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hak
asasi manusia (HAM) adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha
Esa dan merupakan
anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh
Negara, hukum, pemerintah
dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat
manusia.
Tuntutan
hak dan pelaksanaan kewajiban harus berjalan secara seimbang dan simultan. Hak
diperoleh jika kewajiban terkait telah dilaksanakan. Perkembangan HAM dalam sejarahnya tergantung dinamika model dan sistem
pemerintahan yang ada. Dalam model pemerintahan yang otoriter dan represif,
perkembangan HAM relatif mandeg seiring ditutupnya atau dibatasinya
kerena
kebebasan, sedangkan model pemerintahan yang demokratis relatif mendukung upaya penegakan HAM karena
terbukanya ruang kebebasan dan partisipasi politik masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
v A.Ubaedillah, Abdul Rozak,
Ade Syukron Hanas, Agus Darmadji, Ali Irfan, Budiman, Farida Hamid, Rusli Nur
Ali Aziz, Tien Rohmatien, Demokrasi, Hak Asasi Manusia, Dan Masyarakat
Madani, (Jakarta: Tim Indonesian Center For Civic Education (ICCE) UIN
Syarif Hidayatullah, 2000).
v Devies, Peter, Hak-Hak
Asasi Manusia, Sebuah Bunga Rampai, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1994)
v Hussain, Syekh Syaukat. Hak
Asasi Manusia Dalam Islam, (Jakarta: Gema Insani Press, 1996).
v Faqih, Mansour, dkk, Menegakan
Keadilan Dan Kemanusiaan : Pegangan Untuk Membangun Gerakan HAM, (Yogyakarta:
Insist Press,2003)
v Nasution, Harun dan Bahtiar
Effendy, Hak Asasi Manusia Dalam Islam,
(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,1987)
v Shihab, Quraish, Wawasan
al-Qur’an, (Bandung: Pustaka, 1996)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar